REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Kemenkes mendatangi langsung 156 rumah dari 241 pasien untuk mencari tahu penyebab pasti gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury atau AKI) pada anak. Dari rumah pasien tersebut, Kemenkes menemukan 102 obat sediaan sirop yang mengandung senyawa berbahaya yakni etilen glikol/ethylene glycol (EG), dietilen glikol/diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE).
"Dari itu kita temukan 102 obat yang ada di lemari keluarga yang jenisnya sirop," ujar dia dalam Konferensi Pers di Gedung Kemenkes Jakarta, Jumat (21/10/2022).
"Walaupun belum 100 persen tahu mana berbahaya dan tidak, 75 persen sudah tahu kira-kira ini sebabkan apa, maka larang diresepkan, dan larang juga untuk dijual," sambung Budi.
Budi menjelaskan, ratusan obat sirup itu diteliti dan ditemukan kandungan polietilen glikol. Polietilen glikol sendiri sering dipakai sebagai solubility enhancer atau pelarut tambahan di banyak obat-obatan jenis sirop dan boleh digunakan dalam kadar yang sedikit.
"Jadi obat-obat sirup ini supaya melarutnya bagus diberi pelarut tambahan polietilen glikol. Enggak beracun, tapi kalau membuatnya tidak baik ini jadi cemaran nah cemaran ini yang mengandung senyawa berbahaya seperti EG dan DEG," kata Budi.
Sejauh ini, dugaan terbesar penyakit gangguan ginjal akut pada ratusan anak di Indonesia adalah konsumsi obat sediaan sirup. "Jauh lebih pasti dibandingkan sebelumnya, karena memang terbukti ini ada di anak anak. Di darah anak terbukti mengandung senyawa ini," kata dia.
"Kami sudah ambil biopsi rusaknya ginjal konsisten dengan akibat senyawa ini," sambungnya.
Saat ini, ada 133 kematian akibat gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury atau AKI) mencapai 241 kasus. Karena terjadi peningkatan kematian yang signifikan pada Agustus dengan 36 kematian, Kemenkes menganggapnya sebagai kejadian yang abnormal. Karena, normalnya, kematian pada kasus AKI adalah 1-2 kasus tiap bulannya.