Kamis 20 Oct 2022 19:56 WIB

IAI Minta Apoteker Lakukan Pengawasan Terkait Keamanan Obat

Apoteker di industri farmasi agar terus meningkatkan kepatuhan pada standar CPOB

Rep: dian fath risalah/ Red: Hiru Muhammad
Seorang apoteker mengambil sirup untuk anak-anak dari rak di Depok, Jawa Barat, Indonesia, 20 Oktober 2022. Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengumumkan larangan semua sirup resep dan obat cair dan penjualan bebas menyusul laporan lebih dari 200 kasus dari 20 provinsi dengan korban tewas 99 anak akibat cedera ginjal akut tahun ini.
Foto: EPA-EFE/BAGUS INDAHONO
Seorang apoteker mengambil sirup untuk anak-anak dari rak di Depok, Jawa Barat, Indonesia, 20 Oktober 2022. Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengumumkan larangan semua sirup resep dan obat cair dan penjualan bebas menyusul laporan lebih dari 200 kasus dari 20 provinsi dengan korban tewas 99 anak akibat cedera ginjal akut tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil ketua Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Prof Keri Lestari akan mengikuti keputusan pemerintah perihal menghentikan sementara penggunaan obat sediaan sirup untuk terapi pada anak.

"Kami menghargai kebijakan pemerintah sebagai bentuk kewaspadaan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat dengan menghentikan sementara penggunaan obat sediaan sirup untuk terapi pada anak," kata Keri Lestari saat dikonfirmasi, Kamis (20/10/2022).

Baca Juga

Ia mengatakan , terdapat sejumlah keputusan hasil Rapat Pengurus Pusat IAI bersama Dewan Pakar IAI pada 19 Oktober 2022. Pertama, IAI menghargai upaya penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus gangguan ginjal akut atipikal pada anak sebagai bentuk kewaspadaan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat dengan menghentikan sementara penggunaan obat sediaan sirop untuk terapi pada anak.

Namun, bila dalam kondisi tertentu, berdasarkan pertimbangan antara risiko dan kemanfaatannya dan diputuskan oleh dokter untuk tetap menggunakan obat dalam bentuk sediaan sirup. Apoteker diminta melakukan pengawasan bersama dokter terkait keamanan penggunaan obat.

Kedua, berdasarkan undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 105, menyatakan bahwa sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya. Diketahui, senyawa etilen glikol dan dietilen glikol tidak digunakan dalam formulasi obat.

"Namun dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada polietilen glikol. Batas nilai toleransi tersebut tidak menimbulkan efek yang merugikan," katanya.

Keri mengimbau kepada apoteker yang bekerja di industri farmasi untuk terus berupaya meningkatkan kepatuhan pada standar CPOB, terutama dalam menjaga kualitas obat-obatan yang diproduksi.

"IAI mengimbau kepada apoteker yang bekerja di sarana pelayanan kefarmasian dan di sarana pelayanan kesehatan untuk berkolaborasi bersama dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan informasi dan edukasi kepada pasien dan masyarakat," katanya.

Apoteker juga perlu mengawasi penggunaan obat oleh pasien atau masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya interaksi obat ataupun interaksi antara obat dengan makanan yang berisiko menimbulkan kejadian fatal seperti kegagalan organ termasuk kondisi gagal ginjal akut.

"IAI mengimbau apoteker untuk tetap memantau perkembangan informasi terkini, dan memberikan informasi kepada masyarakat dengan benar sesuai referensi terkini untuk menenangkan masyarakat," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement