Senin 17 Oct 2022 22:55 WIB

Pakar Toksikologi Unair Beberkan Efek Senyawa Kimia Gas Air Mata

Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam gas air mata mengiritasi selaput lendir

Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).
Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Pakar Toksikologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya drShoim Hidayat, M.S. memberi penjelasan terkait sifat dasar dan efek dari senyawa kimia yang ada di gas air mata.

"Gas air mata terbuat dari senyawa-senyawa kimia seperti chlorobenzylidenemalononitrile (CS), diphenylaminechlororarsine (DM), dibenzoxazepine (CR), chloroacetophenone (CN), serta semprotan merica atau Oleoresin capsicum," kata Shoim di Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/10/2022).

Dari bahan-bahan tersebut, yang paling banyak digunakan dan diproduksi oleh PT Pindad adalah chlorobenzylidene malononitrile (CS).

"Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam gas air mata tersebut memiliki sifat dasar iritan yang kuat, sehingga mudah mengiritasi dan merangsang bagian mukosa atau selaput lendir yang ada dalam organ tubuh manusia seperti sklera pada mata, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan," kata dia.

Oleh sebab itu, lanjut dia, organ-organ tersebutlah yang paling mudah terpengaruh oleh efek gas air mata.

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) itu mengatakan tingkat keparahan dari efek yang ditimbulkan oleh gas air mata sangat bergantung pada dua hal, yaitu kadar atau tingkat konsentrasi dan durasi paparan gas air mata itu sendiri.

"Perhatikan tragedi Kanjuruhan. Kalau melihat jumlah gas air mata yang begitu banyak ditembakkan, itu sudah menggambarkan konsentrasi atau kadarnya tinggi. Apalagi kalau itu terjadi di ruang tertutup, mereka yang di tengah lapangan kelihatan baik-baik saja, tapi yang di tribun, itu tertutup, pasti lebih parah," ujar dia.

Selain itu, dia melanjutkan, semakin lama durasi paparan gas air mata yang ditembakkan, maka efek yang ditimbulkan juga semakin parah. Jika kedua hal itu digabung, maka tingkat keparahan makin tinggi dan secara otomatis akan mengakibatkan komplikasi.

"Jadi, kalau kadarnya itu rendah dan sebentar, efeknya akan terasa sekitar 20 detik dan hilang sekitar 30 menit sampai satu jam. Tapi kalau parah, itu akan terjadi komplikasi dan itulah yang akan mengakibatkan kematian dan sebagainya," ujar dia.

Kalau hanya sebentar, katanya, mungkin akan pedih saja dan sekitar 30 menit pulih kembali karena tujuan gas air mata itu untuk mengendalikan kerumunan massa supaya tidak bergerombol.

Dia juga menjelaskan mukosa atau selaput lendir yang mengalami iritasi akan menimbulkan radang, baik ringan maupunberat.

Jika korban mengalami radang berat, maka memerlukan waktu yang lama untuk sembuh dan bisa mengakibatkan kecacatan. Misalnya pada bagian mata, jika yang terkena kornea, maka bisa menimbulkan gangguan penglihatan bahkan kebutaan.

Selain itu, jika radang berat terjadi pada saluran pernapasan, maka akan terjadi pembengkakan yang akan menimbulkan rasa sesak dan penyempitan saluran pernapasan.

Bahkan, katanya, lebih parah lagi jika penyempitan saluran pernapasan itu disertai dengan rasa nyeri, maka bisa terjadi sindrom pernapasan akut berat. Hal demikianlah yang menyebabkan orang tidak bisa bernapas sehingga meninggal dunia.

"Jadi, kematiannya bukan langsung dari gas air mata, tapi efek iritasinya yang bisa membuat radang hebat. Belum lagi di ruangan sempit, tertutup, dan kandungan oksigen berkurang. Sekali lagi, gas air mata tidak menyebabkan kematian, tapi komplikasinya yang bisa menyebabkan kematian," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement