REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Perdagangan Direktorat Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Indra Wijayanto menilai Kemendag gamang dalam menyikapi kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO). Di satu sisi, Indonesia diuntungkan karena nilai ekspor naik, tetapi di sisi lain harga minyak goreng (migor) di dalam negeri ikut melambung.
Hal itu diungkapkan Indra saat berstatus sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pemberian izin CPO yang mempengaruhi harga migor pada Selasa (11/10/2022). Saat ditanya oleh tim penasihat hukum, Indra menjelaskan Kemendag sebenarnya sudah menemukan harga migor mulai merangkak naik pada Agustus 2021. Pada saat itu, sejumlah regulasi dikeluarkan Kemendag guna mengatasinya.
"Dari data, harga mulai naik di Agustus 2021. Itulah kenapa keluar Permendag (soal upaya mengatasi migor langka). Dan kebijakan itu yang disebut istilahnya melawan pasar," kata Indra dalam persidangan pada hari ini.
Namun, migor justru langka ketika Pemerintah mulai mengintervensi harga migor lewat mekanisme subsidi.
"Di level pimpinan sudah tahu (naik). Ini berkah buat Indonesia karena ekspor CPO tinggi infonya kedua (tertinggi) setelah (ekspor) batu bara," ujar Indra
"Pemerintah setahu saya tidak lakukan apa pun karena jadi berkah buat Indonesia karena CPO naik walau di awal tahun kami berharap harga migor segera turun," lanjut Indra.
Indra juga mengungkapkan produsen migor sempat diimbau agar membantu Pemerintah dalam mengatasi kelangkaan dan mahalnya migor. Salah satu caranya membanjiri pasar dengan migor seharga Rp 14 ribu dimana selisih dari harga keekonomiam (Rp 17 ribu) ditanggung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Diminta ke pelaku usaha untuk distribusikan migor 11 juta liter untuk tanggulangi harga migor," ucap Indra.
Hanya saja, upaya di atas ternyata sebatas imbauan saja dari Kemendag. Pihak Kemendag belakangan menemukan jumlah migor di pasaran lebih sedikit ketimbang yang dilaporkan produsen migor.
"Ini sukarela terserah mau distribusikan ke mana," sebut Indra.
Diketahui, dalam kasus ini JPU menjerat mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, mantan tim asistensi Menko Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang. Mereka diduga memperkaya beberapa perusahaan hingga merugikan negara Rp 18,3 triliun.
JPU mendakwa Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.