Rabu 05 Oct 2022 01:36 WIB

Kemenkes: Penggunaan Gas Air Mata Perlu Kesepakatan Lintas Sektor

Paparan gas air mata dalam dosis banyak dapat menyebabkan cedera serius.

Foto tangkapan layar twitter suasana tribun penonton yang tersaput asap gas air mata7d8 Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10). 129 penonton tewas akibat sesak nafas dan terinjak massa pada kerusuhan ini.
Foto: Tangkapan layar
Foto tangkapan layar twitter suasana tribun penonton yang tersaput asap gas air mata7d8 Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10). 129 penonton tewas akibat sesak nafas dan terinjak massa pada kerusuhan ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, pemanfaatan gas air mata dalam upaya pengendalian kerusuhan di Indonesia memerlukan regulasi yang disepakati bersama seluruh lintas sektor guna meminimalisasi dampak kesehatan pada penderita. Karena itu, Kemenkes menyatakan, perlu regulasi yang kuat dalam penggunaan dosis tinggi gas air mata bagi keperluan pengendalian kerusuhan yang melibatkan massa.

"Kebijakan Kemenkes, yang terpenting ada kerja sama lintas sektor terkait pemanfaatan gas air mata, apakah itu sangat penting untuk digunakan dalam pengendalian kerusuhan," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI Eva Susanti dalam konferensi pers dalam jaringan Hari Pengelihatan Sedunia yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Selasa (4/10/2022).

Baca Juga

Gas air mata mengandung zat kimia chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA) dan dibenzoxazepine (CR), yang dapat berimplikasi pada risiko kesehatan. "Gas air mata ada sedikit kegunaannya untuk kerusuhan dan lain sebagainya, tapi sebenarnya tidak mematikan. Cedera serius kalau paparannya dalam dosis banyak," katanya.

Pengaruh gas air mata secara instan pada penderita dapat mengganggu proses penglihatan, yang dapat berujung pada benturan fisik, cedera tulang, cedera pembuluh darah, dan lainnya. "Indikasi penggunaan gas air mata harus ada kerja sama yang lebih baik lagi ke depan," katanya.

Pada acara yang sama, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) M Sidik mengatakan, kandungan kimia pada gas air mata bisa menyebabkan iritasi yang bisa sembuh dengan sendirinya bila ditangani dengan benar. "Artinya, kalau dicuci, iritasi akan kembali normal dan biasanya tidak memicu akibat yang permanen. Tapi iritasinya bukan main, memicu air mata yang keluar terus menerus sehingga orang kesulitan untuk melihat," katanya.

Efek lain yang perlu diantisipasi adalah sesak napas, gangguan paru-paru, radang tenggorokan, dan lainnya akibat gas air mata. Pembengkakan kornea di bagian mata akibat paparan zat kimia gas air mata, kata Sidik, sangat membuat penderita tidak nyaman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement