REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap membantu tim Penyelesaian Pelanggaran Pelanggaran HAM Non Yudisial (PPHAM). Salah satu bentuknya berupa penyediaan data korban pelanggaran HAM dari LPSK.
"Kami dalam posisi siap membantu tim penyelesaian pelanggaran berat masa lalu itu untuk menuntaskan mandatnya. Kami punya (data) korban-korban pelanggaran HAM berat yang sudah menjadi terlindung LPSK," kata Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu saat berbincang dengan Republika.co.id belum lama ini.
Edwin menyebut LPSK sudah memberikan perlindungan kepada sekitar 4.500 korban pelanggaran HAM berat dari beberapa kasus seperti kasus '65, Tanjung Priok, Talangsari. Para korban sudah mendapatkan perlindungan dari LPSK berupa rehabilitasi bantuan medis, psikologis dan psikososial. "Jadi data-data ini tentu akan berguna buat tim penyelesaian ini untuk merumuskan juga rekomendasinya," ujar Edwin.
Edwin menyebut LPSK kini dalam posisi menunggu seperti apa kebutuhan dari tim PPHAM. Ia menyatakan LPSK bersedia memberi masukan dan saran kalau dibutuhkan.
Sebelum tim PPHAM dibentuk, Edwin menjelaskan LPSK sebenarnya sudah sering berkomunikasi dengan sejumlah lembaga negara membahas penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Dalam komunikasi itu, dibahas soal memberi perhatian lebih dan mengkoordinasikan kementerian/lembaga untuk berkontribusi buat pemulihan para korbannya.
"Bahwa kemudian keputusan pemerintah menerbitkan Kepres dan membentuk tim ya itu kita kembalikan pada pemerintah. Tapi LPSK pada posisi siap saja, apalagi rekomendasi dari tim ini nanti pada akhirnya kalau memang terkait dengan korban tentu kan berdasarkan UU itu perlindungannya dari LPSK," ucap Edwin.
Edwin mendukung upaya pemulihan korban pelanggaran HAM berat. Hanya saja, ia berpesan agar mekanisme pemulihan dipertimbangkan matang agar tidak tumpang tindih atau saling lempar oleh kementerian/lembaga negara.
"Baik di kementerian maupun lembaga ya harus disinegikan agar benar-benar ini walaupun dari sisi keadilan dalam konteks penghukuman pada pelakunya mungkin sulit dilakukan. Tetapi pemulihannya, masa depannya, termasuk juga keluarganya itu bisa harkat martabatnya dipulihkan," tegas Edwin.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu. Keppres ini diteken pada 26 Agustus 2022 lalu.
Tim PPAHM ini memiliki tugas untuk melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu, berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional HAM sampai 2020. Tim PPAHM juga bertugas untuk merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya, serta merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM berat tidak kembali terulang di masa yang akan datang.
Tercatat sedikitnya ada 13 kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini masih ditangani Komnas HAM. Yaitu Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari 1989, Peristiwa Trisakti, Peristiwa Semanggi I dan II, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Wasior Wamena, Peristiwa Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi 1998, Peristiwa Simpang KAA 1999, Peristiwa Jambu Keupok 2003, Peristiwa Rumah Geudang 1989-1998, dan Kasus Paniai 2014.