Jumat 30 Sep 2022 20:30 WIB

Sejarawan Asep Kambali: Film G30S/PKI Keren, Menyeramkan, tapi Jangan Dipercaya

Menonton film G30SPKI tak boleh ditelan mentah-mentah.

Menonton pemutaran film G30S/PKI.
Foto: Putra M. Akbar
Menonton pemutaran film G30S/PKI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan yang juga aktivis pelestarian sejarah dan budaya, Asep Kambali mengatakan masyarakat terutama generasi muda perlu memperdalam pemahaman sejarah dari sumber-sumber lain saat menonton film G30S/PKI. Menonton film itu tak boleh ditelan mentah-mentah.

"Harus dibarengi upaya untuk memperdalam kembali narasi sejarahnya secara logis dan kritis, jangan ditelan mentah-mentah," kata pria yang merupakan pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI) itu saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Menurut dia, memperdalam pengetahuan mengenai sejarah G30S/PKI dari sumber-sumber lain sangat diperlukan sebab jika hanya mengandalkan lewat film, maka yang terjadi adalah kesalahpahaman.

Pasalnya, film G30S/PKI yang selalu diputar setiap 30 September itu merupakan fiksi belaka sehingga tidak merepresentasikan fakta sejarah yang sebenarnya.

"Nonton film G30S/PKI ya sah-sah saja, silahkan tonton, Saya juga suka. Bagi saya, film itu sangat epic, keren, menyeramkan, menegangkan dan sangat mampu menghipnotis penonton. Itu satu karya yang menurut saya keren. Tapi substansinya jangan dipercaya, itu cuma film kok, bukan kebenaran yang disajikan," kata lulusan Universitas Negeri Jakarta itu.

Selain itu, lanjut dia, film juga hanya menampilkan satu perspektif, yakni perspektif dari si pembuat film. Untuk itu, perlu diimbangi dengan membaca buku, artikel, hingga video yang membahas sejarah guna memperkaya perspektif.

"Baca-baca buku, artikel, jadi jangan sampai generasi muda hari ini itu cuma scrolling konten dangkal di media sosial. Tonton konten-konten di YouTube yang narasinya membuat kita mendapatkan perspektif yang lain," ujarnya.

Untuk itu, Asep mengatakan jika memang film G30S/PKI dapat ditonton secara bebas, diperlukan kesadaran masyarakat agar mau membaca buku-buku sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Bahkan jika perlu, kata dia, pemerintah juga senantiasa mengarahkan masyarakat untuk hal tersebut.

"Karena kalau cuma menelan apa yang ada di film itu ya tentu kita akan terjerumus pada pemahaman yang hanya satu perspektif sehingga tidak clear," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement