Kamis 22 Sep 2022 19:01 WIB

MPR: Pilkada Asimetris dan Pileg Proporsional Tertutup Bukan untuk 2024

Pilkada asimetris adalah pemilihan langsung hanya daerah tertentu atau gubernur saja.

Rep: Febryan A/ Red: Ratna Puspita
Anggota Badan Pengkajian MPR Sodik Mujahid
Foto: Humas DPR
Anggota Badan Pengkajian MPR Sodik Mujahid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyatakan, wacana penerapan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) asimetris dan pemilihan legislatif (Pileg) proporsional tertutup tak mungkin diterapkan pada 2024. Dua sistem baru tersebut tak mungkin diterapkan karena tahapan Pemilu 2024 sudah bergulir. 

Anggota Badan Pengkajian MPR Sodik Mujahid mengatakan, tak ada waktu lagi untuk merevisi Undang-Undang Pemilu. "Tidak untuk Pemilu 2024 karena waktu sudah mepet," kata Sodik Mujahid kepada wartawan di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (22/9/2022). 

Baca Juga

Sodik mengatakan, dua sistem itu kemungkinan bisa diterapkan saat Pemilu 2029. "Dipertimbangkan untuk waktu akan datang dan tolong teman-teman ingatkan hal ini nanti menjelang Pemilu 2029," ujar politikus Gerindra itu. 

Wacana penerapan sistem pilkada asimetris dan pileg proporsional tertutup dilontarkan oleh Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat ketika bertemu pimpinan KPU di Jakarta, kemarin.  Djarot menjelaskan, pilkada asimetris adalah penerapan pilkada secara langsung untuk daerah tertentu, sedangkan daerah lainnya menerapkan pilkada tak langsung. 

Pilkada asimetris juga bisa diterapkan dengan cara pemilihan langsung hanya untuk gubernur. Djarot mengatakan, penerapan pilkada asimetris ini bisa mengurangi biaya pilkada yang dikeluarkan negara maupun yang dikeluarkan calon kepala daerah. 

Dia juga mengusulkan penerapan kembali sistem pileg proporsional tertutup. Sistem ini diyakini bisa mengatasi persoalan mahalnya biaya pencalonan dan masalah politik uang. 

Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik. Selanjutnya, partai akan menentukan siapa anggota legislatif yang bakal duduk di parlemen. 

Dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diinginkan di kertas suara. Sistem proporsional terbuka ini mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2009. 

Djarot mengatakan, Badan Pengkajian MPR akan mengkaji secara serius wacana penerapan pilkada tidak langsung dan sistem pemilihan proporsional tertutup. Ia menargetkan proses pengkajian rampung dalam tahun ini. Hasil kajian itu selanjutnya akan jadi rekomendasi MPR. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement