Senin 19 Sep 2022 17:33 WIB

Menjadi Akuntan di Era Gen Z? Siapa Takut!

Indonesia masih kekurangan akuntan profesional sampai saat ini.

Menjadi akuntan berisiko tetapi juga menjanjikan.
Foto: Universitas BSI
Menjadi akuntan berisiko tetapi juga menjanjikan.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Indah Warohmah, Mahasiswi Program Studi Sistem Informasi Akuntansi Universitas BSI

Bicara soal Gen Z atau yang kemudian banyak dikenal sebagai generasi digital merupakan generasi yang erat dengan teknologi. Mereka lahir dan berkembang dengan sebuah ketergantungan yang besar pada teknologi digital. Generasi ini adalah generasi yang terlahir di era 1995 sampai 2010. Di era ini, teknologi sudah sangat pesat berkembang. Salah satunya di dunia accounting

Profesi accounting memiliki peran besar di dunia perekonomian dan keuangan. Karena dengan adanya profesi accounting, kita dapat mengetahui informasi seputar keuangan yang cepat dan akurat serta transparan. Pada era Gen Z, accounting sudah menjadi salah satu profesi yang sangat banyak digandrungi.

Gen Z datang tepat dengan Revolusi Industri 4.0. Kehadiran Revolusi 4.0, membawa perubahan pada penyesuaian pekerjaan manusia, mesin, teknologi dan proses di berbagai bidang profesi termasuk profesi seorang akuntan. Generasi ini tumbuh di tengah-tengah ancaman terbesar, perubahan iklim, serangan siber dan hal-hal yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu pandemi Covid-19. 

Dalam sektor akuntansi, berbagai tantangan yang hadir seiring datangnya era digital, tak bisa dibiarkan begitu saja, harus dipelajari dengan baik agar dapat menentukan sikap untuk mengatasinya. Fasih berteknologi, merupakan salah satu kunci menghadapi tantangan di era ini.

Gen Z yang sudah sedari dini hidup bersinggungan dengan teknologi, memberi nilai plus bagi mereka untuk menjadi seorang akuntan. Jauh sebelum era Gen Z, informasi keuangan masih sangat lambat untuk ditemui karena masih menghitung secara manual tanpa adanya patokan sistem, hal tersebut disebabkan belum maraknya penggunaan teknologi yang menyebabkan kesalahan atau hasilnya tidak balance sehingga memperlambat pekerjaan.

Sebagai generasi penerus, Gen Z harus menemukan sebuah terobosan baru dalam dunia akuntan agar dapat meminimalisir kesenjangan informasi antara masyarakat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan datangnya Gen Z yang cenderung menginginkan pola pembelajaran akuntansi berbasis teknologi informasi, salah satunya Gen Z dapat memanfaatkan aplikasi akuntansi secara online, seperti Zahir Accounting, Asian Business Software Solustion (ABBS/MYOB Versi 25), Accurate.

Dengan menggunakan software akuntansi online yang bisa diakses dimana saja dan kapan saja, akan menambah minat generasi ini menjadi seorang akuntan. Keinginan tersebut didasari oleh kecanggihan teknologi, laptop dan handphone yang semakin canggih, bahkan internet dengan kecepatan tinggi yang dapat diakses kapan saja, hingga media sosial tidak lagi menjadi sesuatu yang sulit diakses.

Adanya tuntutan untuk mengikuti perkembangan teknologi terkini, mendorong Gen Z harus “melek” terhadap teknologi informasi. Revolusi Industri menuntut profesi akuntan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi dan juga big data. Di era ini kita dituntut untuk menguasai soft skill, dan memiliki kemampuan berpikir kritis serta mempunyai pemahaman yang mampu mengubah lautan data menjadi sebuah usulan.

Pada Revolusi Industri 4.0 terjadi pergeseran yang luar biasa pada berbagai ilmu dan profesi. Untuk menjadi seorang akuntan di era ini harus fasih berteknologi, sebagai salah satu kunci menghadapi tantangan diera ini. Gen Z yang sudah sedari dini hidup bersinggungan dengan teknologi, sehingga tidak menjadikan tuntutan sebagai penghalang untuk menjadi seorang akuntan.

Tuntutan di era ini juga memunculkan fenomena baru dalam gaya komunikasi. Terlebih, Gen Z cenderung mendominasi komunikasi melalui media sosial, yang seolah menjadi suatu keharusan untuk diikuti, bahkan cenderung menganggap media sosial adalah segala-galanya dari pada dunia nyata, termasuk dalam pola pembelajaran.

Di era ini akuntan tidak lagi hanya mengandalkan kemampuan dalam berhitung dan menyusun laporan keuangan. Namun, juga harus mampu memanfaatkan teknologi serta menyatukan ke dalam proses keuangan yang efisien, serta menghasilkan informasi yang strategis.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Indonesia masih kekurangan akuntan profesional sampai saat ini. Ketersediaan akuntan di Indonesia masih berkisar pada angka 16.000. Sementara itu, kebutuhan akan profesi ini ada pada angka 452.000. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan profesi akuntan masih sangat tinggi. Maka dari itu, jangan takut untuk menjadi seorang akuntan di era Gen Z, karena profesi ini sangatlah berguna bagi orang banyak.

Menjadi akuntan berisiko tetapi juga menjanjikan. So, mau jadi akuntan? Siapa takut! Take a risk or lost opportunity!.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement