REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Ketua Dewan Pers Prof Azyumardi Azra meninggal dunia di rumah sakit Serdang, Selangor, Malaysia, Ahad (18/9/2022). Almarhum meninggal usai mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit Serdang saat ketibaan dari Indonesia setelah sempat mengalami sesak napas dalam penerbangan menuju Kuala Lumpur.
Kegiatan almarhum di Malaysia, semula direncanakan menjadi narasumber Konferensi Internasional Kosmopolitan Islam di Selangor, Malaysia, pada 17 September 2022 yang diselenggarakan oleh Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM). Namun, almarhum mengalami sesak napas dalam penerbangan menuju Kuala Lumpur.
Guru Besar Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga sudah menyiapkan bahan yang akan dipersentasikan dalam Konferensi Internasional yang dijadwalkan digelar di sesi pertama dengan tema Gerakan Islam dan Optimisme Masa Depan: Mengartikulasi Potensi Wilayah Nusantara untuk Kebangkitan Umat Global.
Dikutip dari makalah persidangan yang diterima, Prof Azyumardi sudah menuliskan bahan makalah presentasi berjudul "Nusantara untuk Kebangkitan Peradaban: Memperkuat Optimisme dan Peran Umat Muslim Asia Tenggara".
Dalam poin-poin yang tertuang dalam makalah tersebut, almarhum menyampaikan optimisme penduduk muslim di Asia Tenggara yang mayoritas berjumlah besar di Indonesia dan Malaysia yang berpotensi besar menjadi pusat peradaban dunia.
Menurut Azyumardi, berbagai indikator mendukung optimisme tersebut. Antara lain, AS dan Eropa yang mengalami kemunduran bahkan krisis ekonomi yang berkelanjutan.
Sedangkan, berbagai negara Asia yang sudah developed, seperti Jepang dan Korea Selatan, tetap bertahan. Pada saat yang sama, sejumlah negara Asia tengah bangkit (emerging) sejak dari China, India, Indonesia, Malaysia, Iran, Singapura dan Thailand.
Di sisi lain, kemajuan ekonomi cukup fenomenal terjadi di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim Indonesia dan Malaysia yang mendorong peningkatan kualitas pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan living condition masyarakat.
Azyumardi juga menuliskan tentang fenomena suara dari Asia Tenggara yang berisi harapan Pemerintahan berbagai Muslim di Asia Barat dan Asia Selatan kepada kaum Muslim Asia Tenggara. Ini menempatkan harapan agar Indonesia dan Malaysia sebagai penduduk muslim terbesar untuk memainkan peran lebih proaktif dalam membantu berbagai masalah dunia.
"Indonesia dan Malaysia yang berpenduduk mayoritas Muslim—di tengah keragaman sosial-budaya dan keagamaan dan politik demokratis yang terus berkemban, dalam pandangan orang luar sekali lagi, telah menjadi contoh baik bagi masyarakat internasional. Masalahnya kini, apakah kita mau memenuhi harapan itu; atau kita masih saja berusaha memenuhi harapan itu seadanya saja, tanpa upaya serius untuk lebih meningkatkannya," demikian dikutip dari makalah persidangan acara Konferensi Internasional Kosmopolitan Islam.
Azyumardi dalam makalah yang hendak disampaikan juga menyinggung tantangan-tantangan yang dihadapi kebangkitan peradaban muslim atau kebangkitan Islam dalam empat dasawarsa terakhir. Meskipun jumlah kaum Muslimin meningkat secara signifikan pada tingkat internasional, potensi itu belum bisa diwujudkan karena kebanyakan penduduk muslim juga tinggal di negara berkembangd an terbelakang.
Selain itu, kondisi ekonomi, sosial dan politik tidak menentu serta pendidikan di banyak kalangan muslim membuat potensi tidak tergali dengan baik. Karenanya, dia mendorong sudah waktunya kaum Muslimin membebaskan diri dari psikologi konspiratif dan enclosed mind.
Pada saat yang sama, Azyumardi berharap kaum Muslim lebih menumbuhkan orientasi ke depan daripada romantisme tentang kejayaan peradaban Muslim di masa silam. Dia menilai pentingnya, kaum Muslimin lebih mengkonsentrasikan diri pada upaya-upaya kreatif dan produktif.
Untuk itu, pendidikan jelas, menurut Azyumardi, merupakan prasyarat mutlak bagi kebangkitan peradaban Islam.
"Untuk dapat menjadi tulang punggung kebangkitan peradaban, pendidikan Malaysia dan Indonesia bukan hanya harus mencapai pemerataan (equity), tapi juga harus semakin berkualitas sejak dari tingkat dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Hanya dengan
pendidikan seperti itu, kaum muda negeri ini dapat bertransformasi bersama menuju kemajuan peradaban," demikian tulisnya.
Dia juga menuliskan dalam konteks itu, pendidikan tinggi khususnya harus dikembangkan tidak hanya menjadi sekadar teaching higher institution—atau universitas pengajaran—tetapi sekaligus menjadi research institution. Proses pendidikan di perguruan tinggi sudah waktunya berbasiskan riset (research-based education).
Selain itu, almarhum juga menyebut salah satu kunci pokok lainnya dalam pembentukan peradaban utama adalah pengembangan dan peningkatan keadaban masyarakat (public civility). Sebab, dalam disrupsi sosialkultural semakin merosotnya keadaban publik dalam bentuk pelanggaran hukum, rendahnya disiplin masyarakat, dan seterusnya.
Menurutnya, banyak kalangan terlihat tidak lagi malu melakukan hal bertentangan atau tidak sesuai dengan keadaban publik. Dia menilai, Pemerintah dan masyarakat sipil atau masyarakat madani (Civil Society) sepatutnya memberikan perhatian khusus pada penegakan kembali etika dan keadaban publik.
Hanya dengan keadaban publik yang kuat, negara Indonesia dapat maju, berharkat, dan berperadaban. Peradaban jelas tidak bisa maju dan hanya bisa terbentuk jika negara-bangsa Indonesia dan Malaysia memiliki tingkat kemajuan ekonomi berkeadilan.
Dia menuliskan, selama masih banyak bagian masyarakat Muslim yang miskin dan dhuafa, jelas sulit berbicara tentang peradaban utama. Untuk itu, Indonesia khususnya patut terus meningkatkan usaha pengembangan dan pemberdayaan ekonomi rakyat yang sering dianaktirikan sebagai sektor ‘informal’.
Terakhir, Dia menuliskan kebangkitan peradaban juga memerlukan pemanfaatan sumber daya alam secara lebih bertanggungjawab. Sejauh ini, kekayaan alam di Indonesia dan agaknya juga di Malaysia cenderung dieksploitasi secara semena-mena dan tidak bertanggungjawab yang menimbulkan berbagai bencana.
Untuk itu, dia menilai perlunya kaum Muslimin di Asia Tenggara memberi contoh tentang penerapan Islamisitas atau nilai-nilai Islam secara aktual dalam penyelamatan alam lingkungan dan sumber daya alam.
"Di sini kaum Muslim harus memperkuat integritas diri pribadi dan komunitas, sehingga dapat mengaktualkan ‘Islam rahmatan lil ‘alamin’ dengan peradaban yang juga menjadi blessing bagi alam semesta," tulisnya.