Rabu 14 Sep 2022 11:44 WIB

Sidang Kasus Paniai Dimulai 21 September 2022

Agenda sidang itu berupa pembacaan surat dakwaan terhadap satu orang terdakwa.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ratna Puspita
Pengadilan Negeri (PN) Makassar merilis jadwal sidang perdana kasus HAM berat Paniai Berdarah pada 21 September 2022.
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Pengadilan Negeri (PN) Makassar merilis jadwal sidang perdana kasus HAM berat Paniai Berdarah pada 21 September 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Makassar merilis jadwal sidang perdana kasus HAM berat Paniai Berdarah pada 21 September 2022. Agenda sidang itu berupa pembacaan surat dakwaan terhadap satu orang terdakwa Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu. 

Sidang ini rencananya digelar mulai pukul 09.00 WIB hingga selesai. Adapun, tempatnya berlokasi di ruang Prof. Dr. BAGIR MANAN,SH. M.CL.

Baca Juga

"Rabu 21 September 2022. Agenda sidang pertama," tulis Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Makassar yang dikutip Republika pada Rabu (14/9/2022). 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditunjuk untuk perkara bernomor 1/Pid.Sus-HAM/2022/PN Mks itu ialah Erryl Prima Putera Agoes. Perkara itu ternyata sudah dilimpahkan sejak Kamis 9 Juni 2022 ke PN Makassar. 

Dalam dakwaan, Isak Sattu disebut seharusnya mengetahui bahwa pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya sedang melakukan, atau baru saja melakukan pelanggaran HAM berat. Serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan pada 8 Desember 2014.

Serangan terjadi di Lapangan Karel Gobay dan Kantor Komando Rayon Militer (Koramil) 1705-02/Enarotali di Jalan Karel Gobay Kampung Enarotali, Distrik Paniai, Kabupaten Paniai. Tindakan itu disebut masuk dalam dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa melakukan serangan yang meluas atau sistematik. 

Dalam dakwaan kedua, serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang dilarang menurut hukum internasional. 

Isak didakwa tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Padahal saat itu, Isak berstatus Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai di Kabupaten Paniai. Dengan jabatan itu, Isak merupakan perwira dengan pangkat tertinggi yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan Danramil yang berada dalam wilayah koordinasinya, termasuk salah satunya adalah Koramil 1705-02/Enarotali.

Atas dasar itu, Isak didakwa melanggar Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Isak juga diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement