REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Penilitan dan Pengembangan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Agus Setiawan menilai perubahan skema seleksi penerimaan mahasiswa baru perguruan tinggi negeri (PTN) terlalu mendadak. Agus menyoroti perubahan skema Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) menjadi Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi yang akan menyulitkan sekolah.
"Ini kan untuk tahun 2023. Berarti tahun depan, ya, sedangkan rapot anak itu kan bukan dari sekarang dilihatnya, tapi dari 2020 atau 2021 untuk yang angkatan 2023, yang kelas 12 sekarang," ujar Agus kepada Republika, Kamis (8/9/2022).
Dia menganggap Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) seolah melihat sekolah seperti tempat bimbingan belajar saja, yang tidak berproses selama tiga tahun pembelajaran. Menurut Agus, setiap sekolah punya dokumen perencanaan untuk setiap tahunnya. Apabila kebijakan berubah secara mendadak dalam waktu enam bulan atau satu tahun maka akan merepotkan sekolah.
"Kalau diubah seperti ini kan artinya misalnya kita sudah mempersiapkan yang eligible itu adalah murid atau siswa yang dari tiga atau enam mata pelajaran, yang sekarang dilihat dari semuanya. Sementara bisa jadi di sekolah-sekolah itu rapat dewan gurunya tidak memperhatikan semua mata pelajaran, tapi yang dilihat hanya enam mata pelajaran," kata dia.
Agus mengatakan, sebaiknya kebijakan tersebut diberlakukan untuk tahun 2024 atau 2025. Dengan demikian, guru-guru akan dapat mempersiapkan bagaimana mengajar anak didiknya selama tiga tahun ke depan. Perubahan aturan baru lewat Pemendikbudristek Nomor 48 Tahun 2022 itu dia nilai sangat mendadak.
"Terlalu mendadak. Ada sekolah yang siap, kan ada yang tidak. Ada sekolah yang udah mempersiapkan semua mata pelajaran, tapi kan ada yang hanya mata pelajaran yang dilihat saja karena alurnya atau polanya setiap tahun begitu," jelas Agus.
Siswa kelas 12 SMAN 68 Jakarta, Muhamad Alif, berpendapat perubahan skema tersebut sebenarnya cukup baik. Siswa yang tidak mengejar eligible SNMPTN menjadi tidak terbebani untuk belajar tes kemampuan akademik (TKA).
Namun, dia khawatir akan semakin banyaknya saingan dalam pelaksanaan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yang kini diubah menjadi Seleksi Nasional Berdasarkan Tes. "Apalagi angkatan-angkatan kemarin itu jadi semangat buat ikutan lagi karena tahu nggak ada akademiknya, jadi mereka cuma belajar TPS doang. Jadi saingannya bakal lebih banyak, terutama dari angkatan-angkatan kemarin yang gap year," kata dia.
Alif mengatakan, ia belum terlalu memikirkan untuk mengikuti bimbingan belajar, terlebih karena adanya perubahan skema seleksi masuk PTN. Menurut dia, bimbingan belajar sebenarnya dapat meningkatkan nilai rata-rata bagi murid yang hendak mengejar status siswa eligible dalam SNMPTN. Namun, bagi yang tidak mengejarnya, maka tidak begitu memperhatikannya.