REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan dan Prestasi Olah raga Kemenko PMK Didik Suhardi mengatakan, Gerakan Penanaman 10 Juta Pohon merupakan salah satu upaya Indonesia menjadi swadaya pangan. Presiden Jokowi beberapa kali memberi peringatan mengenai negara yang saat ini sudah mengalami krisis pangan. Diduga hampir 40 negara telah mengalami krisis pangan.
“Supaya ini tidak terjadi di Indonesia, kita harus berupaya betul agar menjadi swadaya pangan melalui Gerakan Penanaman 10 juta pohon ini,” ungkap Didik saat memberi sambutan pada Penanaman 10 Juta Pohon Serentak SMK dan Desa Binaan Astra di Kabupaten Malang dan Ponorogo, di SMK Muhammadiyah 2 Kepanjen, Jumat (19/8/2022).
Adapun Kemenko PMK melaui PT Astra mendistribusikan bibit pohon buah di beberapa lokasi di Malang dan Ponorogo. Diantaranya di Desa Gambingan, Kecamatan Padang, Kampung berseri Astra Kecamatan Jabong, SMK PGRI 2 Ponorogo, Mojosari Mojokerto dan sekolah serta desa binaan Astra.
Pada tahun 2020, tercatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270,2 juta jiwa. Sementara pada 2030 nanti, jumlahnya diperkirakan mencapai 300 juta jiwa bahkan bisa lebih dari itu. Tantangan terbesarnya adalah menyediakan pangan yang cukup bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk menyediakan pangan, selain bahan baku makanan, ketersediaan buah-buahan juga perlu diperhatikan. Hal ini karena banyaknya impor buah-buahan di Indonesia yang luar biasa.
“Hal ini agak ironis, Indonesia yang katanya negara agraris tapi disisi lain impor buah mencapai triliunan. Oleh karena itu Gerakan 10 juta pohon ini kita banyak menanam pohon buah,” ujarnya.
Saat ini, sambungnya, dunia sedang dihadapkan dengan fenomena global warming. Dalam menghadapi musim seperti sekarang ini, Gerakan Penanaman 10 Juta Pohon yang termasuk dari bagian Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) menjadi sebuah gerakan yang dinilai perlu dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
“Diharapkan nantinya dapat meningkatkan nilai gotong royong dan akan terjadi kemandirian pangan. Kita harus bangkit dan menuju kesejahteraan melalui Gerakan Revolusi Mental,” ungkapnya.
Sementara itu, Kemenko PMK sebagai kementerian koordinator yang membidangi PMK menjadi penanggung jawab GNRM tentu tidak bisa berjalan sendiri. Pembentukan Gugus Tugas GNRM di daerah sangat diperlukan dan harus dibarengi dengan penguatan program dan kegiatan.
“Revolusi Mental bukan hanya sebuah slogan atau folosofi untuk diucapkan dan dipahami, namun juga perlu diimplementasikan dalam wujud Aksi Nyata,” jelas Didik.
GNRM menurutnya, baru dapat dilaksanakan secara berlanjut jika telah efektif melibatkan unsur Pentahelix, yaitu 5 pihak pemangku kepentingan: Pemerintah, Akademisi, Dunia Usaha, Media, dan Masyarakat.
“Untuk itu tiap Gugus Tugas Daerah GNRM perlu didorong untuk melibatkan lintas pelaku tersebut khususnya untuk bersama-sama melaksanakan Aksi Nyata. Mulai dari hal kecil saja dulu seperti gotongroyong warga untuk membersihkan lingkungan RT, hingga penanaman pohon,” katanya.