REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dinilai bakal kesulitan meraup suara di pemilu 2024 mendatang. Hal tesebut lantaran mereka dinilai belum memiliki figur kuat untuk membantu meraup suara pada pesta demokrasi lima tahunan mendatang.
"PPP harus memunculkan efek kejut, yaitu dengan memilih figur alternatif yang dapat menjadi daya tarik masyarakat pemilih," kata Pengamat politik, Ray Rangkuti saat acara diskusi di Jakarta, Selasa (16/8).
Menurut Ray, PPP harus belajar dari Nasdem yang saat ini telah memunculkan tiga nama, yakni Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan; Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa. Dia menlanjutkan, figur tersebut masih menjadi parameter utama yang digunakan oleh partai untuk mencuri suara pemilih.
Padahal, sambung dia, ketiga figur tersebut juga belum dicalonkan pada Pilpres 2024 mendatang. Menurutnya, partai berlogo ka'bah itu harus menyusun perrsiapan matang guna menghadapi Pemilu 2024 nanti. "Nah, yang jadi masalah Ketum PPP Suharso Manoarfa belum jelas apakah mau turun dari ketua umum dan konsentrasi dalam mengurus negara saja?" katanya.
Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) ini melanjutkan, biasanya ketua umum selalu menjadi tokoh sentral bagi partainya untuk menjadi daya tarik bagi pemilihnya. Namun, elektabilitas Suharso masih sangat rendah dibandingkan dengan ketua umum parpol lain. "Tetapi kalau PPP sebagai institusi, saya kira tingkat populernya itu masih bisa disandingkan dengan partai-partai lainnya," ujarnya.
Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan menilai, PPP jangan hanya bergantung ke Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Menurutnya, Suharso Monoarfa juga harus memiliki upaya yang lebih konkret untuk mencuri suara pemilih di Pemilu 2024 mendatang.
"Karena selama ini KIB belum memberikan dampak apa-apa untuk PPP. Jadi mereka mesti berusaha turun langsung memperkuat basis suara. Karena Golkar dan PAN lebih aktif turun," katanya.
Djayadi kemudian mengungkapkan bahwa dalam hasil survei terakhir PPP masih berada di papan bawah. Dia melanjutkan, bahkan elektabilitas PPP dalam beberapa survei juga menunjukkan terancam tidak lolos ambang batas parlemen.
Djayadi melihat, ada tantangan lain yang dihadapi PPP bahwa suara umat Islam di luar Jawa juga tidak hanya lari ke partai berlambang Ka’bah itu. Belum lagi, PPP tidak memilik figur nasional yang dapat menjadi daya tarik bagi pemilih. "Dari data yang saya dapatkan, Ketum PPP sekarang saja paling rendah tingkat elektabilitasnya dari semua ketua umum," katanya.