Selasa 16 Aug 2022 14:06 WIB

PBHI: Pembunuhan Brigadir J, Jangan Jadi Kontestasi Politik Internal Polri

Polri wajib membuka motif pembunuhan terhadap Brigadir J segera.

Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, meminta agar kasus Brigadir J tidak terjebak politisasi dan kontestasi politik internal Polri. (foto ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, meminta agar kasus Brigadir J tidak terjebak politisasi dan kontestasi politik internal Polri. (foto ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengingatkan agar kasus pembunuhan Brigadir J, tidak dipolitisasi dan kontestasi politik internal Polri.

"Jangan sampai momentum pengungkapan kasus kematian Brigadir J terjebak dalam ruang politisasi dan kontestasi politik internal Polri,” kata Julius, dalam siaran pers, Selasa (16/8/2022).

Menurut Julius, keruwetan kasus Irjen FS ini menjadi entry point pekerjaan rumah besar institusional Polri secara paralel dan simultan, yang harus diselesaikan segera. "Karena jika tidak diselesaikan atau lambat, maka akan merusak institusi Polri, dan merugikan masyarakat luas selaku penerima manfaat,” kata Julius dalam siaran pers, Selasa (16/8/2022).

Ada tiga hal utama yang harus diperhatikan. Pertama, tupoksi inti Polri yakni pemeriksaan Pro Justitia. Pro Justitia menjadi sangat krusial dan signifikan. karena seharusnya dapat menjawab keresahan publik atas pemberitaan yang begitu liar di berbagai media.

Baca juga : Komisi III akan Panggil Polri, Komnas HAM, LPSK Terkait Kasus Brigadir J

"Terkait apa peristiwa dan bagaimana kronologisnya, siapa pelaku yang menyebabkan hilangnya nyawa Brigadir J, siapa saja yang mengetahui, bekerja sama, atau siapapun yang terlibat dalam pembunuhan Brigadir J, serta apa saja alat bukti yang ditemukan,” papar dia.

Pro Justitia ini wajib dijelaskan kepada publik karena transparansi adalah kewajiban Polri. Keluarga Brigadir J, lanjutnya, juga berhak untuk mendapatkan perkembangan pemeriksaan.  "Polri wajib membuka motif pembunuhan terhadap Brigadir J segera,” kata Julius.

Kedua, menurut Julius, Pro Justitia secara paralel akan menjawab terjadinya Obstruction of Justice dalam pemeriksaan. Dikatakannya, Kapolri  Listyo Sigit telah menginstruksikan seluruh jajaran Polri untuk menggabungkan pemeriksaan beberapa dugaan tindak pidana sekaligus.

Mulai dari pembunuhan berencana, pelecehan seksual, pengancaman, dan percobaan pembunuhan, dengan penanganan bersama oleh Polda Metro Jaya dan Bareskrim Mabes Polri, langsung di bawah komando Bareskrim Mabes Polri. 

Baca juga : LPSK: Status Justice Collaborator Bharada E Bisa Dicabut

Melalui “helicopter view” ini terungkap selain materi Pro Justitia, juga mengungkapkan Irjen FS merekayasa peristiwa dan merusak serta menghilangkan alat bukti CCTV, TKP, dan lainnya. Perbuatan tersebut masuk dalam kategori Obstruction of Justice.

Ketiga, tragedi buruk institusi Polri melalui kematian Brigadir J harusnya jadi momentum pembebasan institusi Polri dari polemik kontestasi politik internal Polri. Sistem promosi dan mutasi jabatan di Polri belum sepenuhnya berbasis merit system.

Kerapkali, adanya tragedi seperti ini, justru menjadi ajang kontestasi politik internal Polri yang ditunggangi segelintir pihak internal Polri. Polri harus memastikan secara paralel dan simultan untuk menuntaskan Pro Justitia, lalu menyelesaikan Obstruction of Justice, serta mengevaluasi pihak-pihak yang bertujuan untuk kontestasi politik internal Polri.

Baca juga : LPSK: Bharada E Sudah Bisa Diajak Bercanda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement