Jumat 12 Aug 2022 15:55 WIB

Darurat Perokok Anak, 6 Organisasi Minta Segera Disahkan Revisi PP Tembakau

6 organisasi dokter dukung revisi PP 109/2012 demi perlindungan anak dari zat adiktif

Rep: Febryan A/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Enam organisasi profesi kesehatan dan satu lembaga masyarakat mendukung pemerintah untuk segera mengesahkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Sebab, kondisi saat ini sudah darurat perokok, termasuk pada kalangan anak-anak.
Foto: www.mnn.com
Enam organisasi profesi kesehatan dan satu lembaga masyarakat mendukung pemerintah untuk segera mengesahkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Sebab, kondisi saat ini sudah darurat perokok, termasuk pada kalangan anak-anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Enam organisasi profesi kesehatan dan satu lembaga masyarakat mendukung pemerintah untuk segera mengesahkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Sebab, kondisi saat ini sudah darurat perokok, termasuk pada kalangan anak-anak.

"Kami sepenuhnya mendukung revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 agar lebih kuat dan tegas demi perlindungan masyarakat dari bahaya produk mengandung zat adiktif nikotin, baik berupa rokok konvensional maupun rokok elektronik," demikian bunyi pernyataan bersama mereka.

Pernyataan bersama itu dibuat oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), serta Komnas Pengendalian Tembakau.

Menurut mereka, revisi ini diperlukan untuk menekan jumlah perokok, yang pada akhirnya bisa meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Ketua Umum IDI Adib Khumaidi mengatakan, terdapat tiga penyakit tak menular mematikan yang faktor risiko utamanya adalah konsumsi rokok.

Ketiganya adalah penyakit jantung, stroke, dan kanker. "Tiga penyakit tersebut kini semakin meningkat di Indonesia," ujarnya dalam konferensi pers daring, Jumat (12/8).

Masalah ini, kata Adib, tentu tak bisa ditangani di hilir saja dengan memberikan layanan medis. Problem ini harus diselesaikan sejak di hulunya, yakni mencegah kenaikan jumlah perokok. "Dalam hal ini, kita harus mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan pengendalian tembakau yang progresif dengan cara merevisi PP 109/2012," ujarnya.

Berdasarkan hasil survei Global Adults Tobacco Survey (GATS) pada 2021, jumlah perokok di Indonesia mencapai 70,2 juta orang. Prevalensi perokok anak mencapai 9,1 persen, berdasarkan Riskesdas 2018. Usia rata-rata perokok pemula di Indonesia semakin muda dan jumlah perokok pemula naik 240 persen, menurut Riskesdas 2007-2018.

"Jumlah perokok anak dan remaja ini sudah darurat," kata Ketua Umum IDAI Piprim Basarah Yanuarso dalam kesempatan sama. Karena itu, IDAI mendukung revisi PP 109/2012 dan pemerintah melanjutkan proses revisinya hingga disahkan.

Untuk diketahui, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK)bersama Kementerian Kesehatan tengah berupaya merevisi PP 109/2022 karena dinilai tidak mampu mengendalikan jumlah perokok anak dan kematian akibat rokok. Kemenko PMK telah menyelenggarakan uji publik atas revisi PP tersebut di Jakarta, pada akhir Juli 2022 lalu.

Menurut Komnas Pengendalian Tembakau, dalam uji publik itu masih banyak pihak yang tidak setuju merevisi pasal-pasal dalam PP tersebut. Adapun revisi PP itu meliputi lima hal pokok.

1. Perluasan peringatan kesehatan bergambar

2. Larangan penjualan ketengan

3. Larangan iklan terutama di internet dan media luar ruang, promosi, dan sponsor rokok

4. Pengaturan rokok elektronik seperti pada rokok konvensional

5. Pengawasan dan sanksi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement