REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Rabu (10/8/2022), menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhadap dua eks kepala cabang (kacab) Bank DKI, yaitu M Taufik dan Joko Pranoto. Keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan mencairkan fasilitas kredit pemilikan apartemen (KPA) tunai bertahap menggunakan data palsu.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakpus, Bani Immanuel Ginting mengatakan, sidang putusan di PN Jakpus menjatuhkan vonis terhadap tiga tersangka. Mereka adalah mantan kacab Pembantu Bank DKI Muara Angke M Taufik, eks kacab Bank DKI Permata Hijau Joko Pranoto, dan Direktur Utama PT Broadbiz Asia Robby Irwanto dari swasta.
"Putusan telah dibacakan majelis hakim pada Rabu. Kemudian kami masih menunggu kelanjutannya karena jaksa penuntut umum memberikan waktu selama tujuh hari kepada terdakwa untuk mengajukan banding atau menerima putusan itu," kata Bani saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Majelis hakim juga mengenakan hukuman denda kepada masing-masing eks kacab Bank DKI tersebut sebesar Rp 200 juta. Sementara itu, terdakwa Robby Irwanto divonis kurungan penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta serta membayar uang pengganti sebesar Rp 39,15 miliar.
"Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," kata Bani.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Adapun dalam perkara itu, dua eks kacab Bank DKI terbukti melakukan tipikor dalam memberikan KPA tunai bertahap kepada PT Broadbiz Asia pada kurun waktu 2011 sampai 2017.
Penyidik Kejari Jakpus menemukan adanya pemalsuan data terhadap debitur. Pada kenyataannya, debitur tidak pernah mengajukan kredit ke Bank DKI. Selain itu, menurut Bani, tidak ada jaminan atas KPA tunai bertahap yang dikucurkan oleh Bank DKI. Sehingga, KPA tunai bertahap menjadi macet .
Sedangkan Bank DKI tidak mempunyai agunan untuk pemulihan atas KPA tunai bertahap yang macet tersebut. Akibatnya, negara mengalami kerugian sekitar Rp 39,15 miliar.