REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Aktivis antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter, penanganan kasus dugaan korupsi Duta Palma, bisa sama seperti penangan kasus Sjamsul dan Itjih Nursalim.
“Pendekatan dengan Singapura, sekalipun tidak ada perjanjian ekstradisi, tetap bisa dilakukan melalui MLA. Fokusnya tidak pada pengembalian tersangka oleh Singapura, tetapi pada aset yang ada di Singapura,” kata Lola.
Kejaksaan Agung tetap bisa menjalankan proses hukum terhadap tersangka Suryadi Darmadi, yang diduga kabur ke Singapura. “Jika berkasnya sudah dianggap lengkap maka bisa disidangkan secara inabsentia,” ungkap aktivis antikorupsi ini.
Tersangka kabur, menurut Lola, hanya satu hal, tapi harus bisa dipastikan aset tidak pindah. Karena seringkali terjadi ketika orang ditetapkan sebagai tersangka kekayaan yang diperoleh secara tidak sah dipindahkan. “Entah ditransfer ataupun dibalik nama,” ungkapnya.
Persoalan aset koruptor ini, menurut dia, masih menjadi PR di Indonesia. Sayangnya, RUU Perampasan Aset belum dibahas. “Jadi masih ada tantangan untuk penindakan tanpa mengikuti orang,” kata Lola.
Untuk kasus-kasus korupsi yang tersangkanya kabur, menurut Lola, ada kekhawatiran asetnya dialihkan. Sehingga RUU Perampasan aset seharusnya sudah dibahas daan disahkan.
Jika asetnya ditaruh di luar negeri, menurut dia, sebenarnya ada mekanisme mutual legal asistance (MLA). Aparat hukum bisa bersurat ke negara Singapura atas aset yang ingin dibekukan, yang merupakan aset diduga kuat hasil kejahatan.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengumumkan, kasus penguasaan lahan milik PT Duta Palma Group naik ke penyidikan, karena diduga terjadi praktik korupsi. Bahkan, kata Burhanuddin, penguasaan lahan tersebut merugikan negara Rp 600 miliar setiap bulannya.
Burhanuddin menegaskan, proses penyidikan di Jampidsus untuk meminta pertanggungjawaban hukum atas kerugian negara terkait penguasaan lahan tanpa hak.
Kata dia, pihak yang bertanggungjawab atas penguasaan lahan tersebut adalah Suryadi Darmadi, pemilik PT Duta Palma Group. “Bahwa pemilik PT Duta Palma Group tersebut berstatus DPO oleh KPK. Tetapi tetap menikmati penghasilan perusahaan senilai Rp 600 miliar setiap bulannya. Penghasilan perusahaan itu akan dihitung oleh BPKP sebagai bukti kerugian negara,” kata Burhanuddin, Senin (27/6/2022).