REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesda) pada 2018, mental anak-anak Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan (eror) sebesar 9,8 persen. Berdasarkan pendataan Rikesda dilakukan lima tahun sekali, anak Indonesia mengalami eror ini tercatat meningkat dibandingkan pada 2013.
Pada 2013, anak yang mengalami eror tercatat sebesar 6,1 persen. "Anak-anak yang mengalami eror itu diajak maju sulit, belajar sulit, dan pekerjaannya hanya mengeloni atau bermain HP saja, dan lama kelamaan dia akan hidup di alam dan pikirannya sendiri," kata Hasto dalam keterangannya di Pekanbaru, Selasa (26/7/2022).
Menurut dia, kondisi gangguan jiwa ringan terjadi karena mereka stres dan sering hidup di alamnya sendiri. Dengan adanya telepon seluler atau handphone ternyata anak-anak sulit untuk diatur.
Alat komunikasi yang hebat saat ini telah mengakibatkan anak sulit diatur dan mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan. "Orang tua perlu meningkatkan kewaspadaan dan hati-hati ketika anak mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan itu agar tidak menjadi meningkat atau makin parah. Karenanya Tim Pendamping Keluarga berperan mendampingi keluarga tersebut," katanya.
Upaya pendampingan ini sangat diperlukan apalagi sekarang gangguan jiwa berat terhadap anak justru meningkat menjadi 7/1000 anak. Keprihatian orang tua makin dalam ketika anak kecanduan narkoba mencapai 5,1 persen.
Rutan penuh dengan tahanan anak yang tercatat 60 persen kasusnya adalah akibat kecanduan obat terlarang itu. "Kita titip generasi muda kepada orang tuanya untuk mendapatkan pengasuhan, perawatan dan pengawasan yang baik agar jangan sampai mengalami gangguan mental berat sehingga anak harus punya pendidikan yang baik sekaligus dalam upaya meningkatkan kualitas SDM pada tahun 2035," katanya.