REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Puluhan siswa dari Desa Lengkongjaya, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, harus menyeberangi Sungai Cimanuk untuk pergi ke sekolah mereka yang terletak di Desa Sukasenang, Kecamatan Banyuresmi, sejak awal pekan lalu. Pasalnya, Jembatan Rawayan yang biasa dilalui para siswa untuk menyeberang sungai itu hancur akibat banjir bandang pada Jumat (15/7/2022).
Setiap pagi, para siswa harus berkumpul di sisi sungai untuk menunggu perahu karet yang dioperasikan oleh aparat TNI, Polri, dan para relawan. Sebelum menaiki perahu karet, setiap siswa dipakaikan pelampung. Setelah itu, perahu karet berjalan ke sisi lainnya untuk mengantarkan siswa sekolah. "Total ada sekitar 70 orang siswa yang biasa melintasi jembatan itu," kata Kepala Desa Sukasenang, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Iwan Ridwan, Kamis (21/7/2022).
Jembatan Rawayan merupakan akses alternatif di wilayah itu. Sebab, wilayah Desa Lengkongjaya dan Desa Sukasenang dipisahkan oleh Sungai Cimanuk yang lebarnya sekitar 60 meter. Sementara, banyak warga dari Desa Lengkongjaya yang sekolah di Desa Sukasenang.
Bukan hanya dilintasi oleh siswa untuk sekolah. Jembatan itu juga disebut sebagai akses para petani dari Desa Lengkongjaya menjual hasil buminya ke Pasar Banyuresmi. "Keberadaan jembatan ini sangat penting. Soalnya kalau tidak ada jembatan, warga harus memutar jauh, sekitar 5 kilometer," kata Iwan.
Berdasarkan catatan Republika, jembatan gantung desa itu baru diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar) pada akhir Januari 2020. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar membangun jembatan itu pada 2019 setelah beredar foto warga dan siswa yang harus mempertaruhkan nyawa melintasi Sungai Cimanuk demi berangkat ke sekolah di wilayah itu.
Namun, jembatan yang dibangun dengan anggaran sekitar Rp 198 juta itu hancur terdampak banjir bandang yang terjadi pada Jumat pekan lalu. Alhasil, warga di wilayah itu harus kembali menyeberangi Sungai Cimanuk menggunakan perahu.
Pada Kamis pagi, para siswa yang hendak menyeberangi aliran Sungai Cimanuk di wilayah itu masih harus menggunakan perahu karet. Sebagian orang tua juga ada yang ikut mengantar anaknya. Karena, ada beberapa anak yang masih takut untuk naik perahu karet.
Salah seorang warga, Olis (49 tahun), mengatakan, rusaknya jembatan tersebut membuatnya harus mengantar kedua anaknya ke sekolah. Sebab, kedua anaknya takut menyeberang menggunakan perahu karet. "Naik ini (perahu karet) anak takut, maunya ditemenin sama ibunya. Mangkanya jadi harus nganter," kata dia.
Ia berharap, Jembatan Rawayan dapat segera diperbaiki. Menurut dia, jembatan itu merupakan akses terdekat yang dapat dilalui siswa untuk berangkat sekolah. Apabila memutar, jarak yang harus ditempuh lebih jauh.
Salah seorang warga lainnya, Iis Maryani (38), juga berharap jembatan yang hancur itu dapat secepatnya diperbaiki. Keberadaan jembatan itu dinilai sangat penting sebagai akses bagi anak sekolah. "Kalau naik perahu karet takut pertamanya, tapi lama-lama sih enggak. Dikasih pelampung juga sama petugas," kata dia.
Iwan mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) telah merespon rusaknya jembatan yang diresmikan langsung oleh Ridwan Kamil dua tahun lalu. Dalam beberapa hari ke depan, Pemprov Jabar akan membuat jembatan darurat agar siswa yang melintas tak lagi harus naik perahu karet. "Jembatan sementara akan menggunakan sling, tapi alasnya pakai papan. Setelah itu baru akan dibuat permanen," kata dia.