Kamis 21 Jul 2022 07:38 WIB

Jelang Hari Bhakti Adyaksa, Kinerja Kejaksaan Menuai Pujian

Kinerja Kejaksaan dinilai sangat progresif dan impresif.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil memuji kinerja Kejaksaan yang dinilainya impresif. (Foto ilustrasi)
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil memuji kinerja Kejaksaan yang dinilainya impresif. (Foto ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, memuji kinerja para jaksa yang bernaung di Korps Adhiyaksa. Nasir menyebut kinerja mereka sangat progresif dan impresif.

"Upaya penyelamatan uang negara, baik dari pengembalian hasil korupsi dan  TPPU mampu dilakukan dengan baik. Bahkan mega korupsi pun berani disikat oleh Jaksa Agung Burhanuddin,” kata Nasir, Kamis (21/7/2022).

Hal ini disampaikan Nasir saat ditanya tentang evaluasi kinerja Kejaksaan, dalam menyambut Hari Bhakti Adhyaksa ke-62, yang jatuh pada 22 Juli 2022.

Nasir mengatakan, boleh dikata, performance kejaksaan kini selangkah lebih maju. Terutama dalam hal mengedepankan restorative justice.

Hal yang perlu ditingkatkan adalah soal anggaran yang masih jauh dari harapan. Dijelaskannya, dibandingkan Polri yang mencapai angkat tiga digit, anggaran Kejaksaan masih dua digit.

"Saya bingung kenapa anggaran Kejaksaan tidak sebanding dengan kinerjanya. Seringkali mereka “tekor” dari alokasi yang disiapkan setiap tahunnya. Belum lagi kasus-kasus pidana umum dan narkoba,” papar politikus asal Aceh ini.

Mengenai hal yang harus dievaluasi, Nasir mengatakan, hal yang masih menjadi kekuatiran adalah soal pengawasan yang belum maksimal. Terutama di wilayah, baik provinsi dan kabupaten/kota.

Menurut Nasir, masih adanya oknum jaksa yang bermain mata dengan pelaku kriminal dan juga minta “jatah” pada proyek yang dibiayai oleh anggaran daerah. “Ini tidak boleh dianggap tidak ada,” ungkapnya.

Masalah lain adalah saat ini kejaksaan juga masih kekurangan tenaga pemeriksa yang ahli dalam menilai potensi kerugian negara. Akibatnya kasus-kasus tipikor sering lambat disidangkan karena harus menunggu audit dari lembaga yang punya otoritas untuk memeriksanya, seperti BPK atau BPKP.

Kondisi ini, lanjut Nasir, tentu akan berdampak semakin kecilnya peluang untuk menyelamatkan dan mengembalikan keuangan negara yang dikorupsi oleh koruptor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement