Ahad 17 Jul 2022 08:18 WIB

Warganet Disebut Ikut Memegang Peranan Kunci dalam Pemenangan di Pilpres 2024

Kantong suara komunitas digital ini disandingkan dengan kantong suara besar.

Ilustrasi warganet di media sosial.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ilustrasi warganet di media sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei yang dirilis oleh LSI Denny JA pada awal Juli 2022 memunculkan kantong suara baru yang memiliki potensi besar untuk mempengaruhi hasil pemilu presiden (pilpres) 2024. Itu adalah kantong suara komunitas digital alias warganet. Kantong suara komunitas digital ini disandingkan dengan kantong suara besar lainnya yang sudah ada dan juga memiliki pengaruh dalam pilpres, yakni kantong suara wong cilik dan kantong suara pemilih Islam. 

"Salah satu temuan penting dari hasil survei terbaru LSI Denny JA adalah bahwa pada saat ini pertama kalinya dalam sejarah, dua tahun menjelang Pilpres 2024, komunitas digital atau yang biasa kita sebut sebagai netizen ini jumlahnya sudah 50 persen lebih. Memang ini khusus untuk pengguna Facebook. Bahkan untuk pengguna WhatsApp dan WhatsApp grup mencapai 60 persen," ujar Direktur CPA - LSI Denny JA, Ade Mulyana, dalam diskusi virtual XYZ+ bertajuk "Netizen Menentukan Pemenang Pilpres 2024" yang digelar pada Sabtu (16/7/2022)

Baca Juga

"Nah jadi dengan jumlah yang di atas 50 persen ini, maka kami kategorikan bahwa netizen ini merupakan kantong suara besar baru di samping kantong-kantong suara besar yang lama, misalnya, kita tahu kantong suara besar dari wong cilik dan juga pemilih muslim," ujar dia menambahkan. 

Dia menjelaskan, untuk survei nasional ke depannya, pihaknya akan lebih fokus untuk menggali lebih dalam dan merinci data di lapangan mengenai potensi masing-masing pengguna platform media sosial, termasuk Instagram, YouTube, Twitter dan juga TikTok.

Survei terbaru LSI Denny JA juga mengungkapkan bahwa untuk kantong suara di komunitas digital, poros Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) unggul. 

"Kalau kita lihat sekarang ini, ada tiga poros kekuatan utama, yakni PDIP dengan satu partai saja, juga ada koalisi yang sudah solid yakni KIB dan juga ada koalisi yang diprakarsai Gerindra dan mungkin juga PKB sebagai poros ketiga," kata Ade. 

"Memang dari tiga poros tadi, untuk kantong suara netizen ini yang lebih unggul adalah KIB. Kenapa? Mungkin kalau kita lihat dari segmentasinya, pengguna media sosial rata-rata adalah mereka yang berasal dari perkotaan dan juga berpendapat tinggi," sambungnya. 

"Untuk PDIP ini mereka unggul di kantong-kantong suara wong cilik, karena memang PDIP ini mengkampanyekan sebagai partai wong cilik. Untuk koalisi Gerindra PKB ini lebih unggul ke pemilih muslim. Jadi memang, dua koalisi ini yang belum unggul di segmen pemilih digital. Jadi mereka harus menargetkan segmen ini," papar Ade. 

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa jika poros lain ingin menyalib KIB dan merebut suara di kantong pemilih digital, maka mereka harus mengkampanyekan narasi-narasi tang sesuai dengan tipikal atau segmen masyarakat berpendidikan dan penghasilan tinggi. 

"Begitu pun juga dengan KIB, jika ingin merebut suara dari kantong suara wong cilik, narasi-narasi harus disesuaikan dengan wong cilik. Demikian juga dengan kantong suara pemilih muslim," kata Ade.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement