Rabu 13 Jul 2022 18:10 WIB

Kepala BRIN Yakin akan Dilibatkan dalam Pembentukan Super Apps

BRIN harus melakukan audit dan peninjauan terhadap sejumlah hal terlebih dahulu.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko
Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan, BRIN akan dilibatkan dalam pembentukan super apps layanan terpadu yang tengah dirancang oleh pemerintah. Menurut dia, saat ini pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) baru akan memulai rencana tersebut.

"Itu rencana dari Kemenkominfo sebagai penyedia aplikasi pemerintah. Saat ini baru akan dimulai dan tentu nanti BRIN akan dilibatkan," ujar Handoko lewat pesan singkat, Rabu (13/7/2022).

Baca Juga

Handoko tak bicara lebih jauh terkait rencana tersebut, termasuk hal yang terkait dengan masukan-masukan akan diberikan BRIN kepada pemerintah dalam membentuk supper apps layanan terpadu. Menurut Handoko, sebelum dapat memberikan masukan, BRIN harus melakukan audit dan peninjauan terhadap sejumlah hal terlebih dahulu.

"Kami nanti harus melakukan audit dan reviu dulu seperti biasanya. Belum tahu kalau sekarang (masukan seperti apa yang akan diberikan)," kata Handoko.

Sebelumnya, Menkominfo Johnny G Plate menyatakan, pemerintah menyiapkan super apps layanan publik terpadu untuk menghasilkan satu data sebagai implementasi data driven policy di Indonesia. Upaya ini untuk melakukan percepatan digitalisasi layanan publik dan penerapan digital melayani.

Sebab, ada banyak layanan yang diakses masyarakat secara parsial terkait pelayanan publik. "Pemerintah sedang menyiapkan public services super apps, suatu aplikasi layanan publik terpadu dalam satu aplikasi," ujar Johnny dalam Webinar Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia dikutip dari siaran persnya, Senin (11/7/2022).

Johnny mengatakan, aplikasi pemerintah yang digunakan saat ini terlalu banyak, yakni sebanyak 24.400 aplikasi, tidak efisien, dan cenderung bekerja masing-masing. Bahkan, setiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah mempunyai aplikasi yang berbeda-beda di setiap unitnya.

Karena itu, diperlukan super apps guna memudahkan komunikasi lintas instansi agar terintegrasi dalam satu sistem yang sama. "Jadi, super apps tersebut bertujuan mencegah duplikasi aplikasi-aplikasi sejenis dari berbagai kementerian atau lembaga," kata Johnny.

Johnny menegaskan, arti penting penataan ulang ribuan aplikasi yang yang tersebar itu dengan menghasilkan satu aplikasi super atau super apps untuk Indonesia. Dia menyatakan, dari 24.400 aplikasi yang tersebar itu, Kemenkominfo akan melakukan shutdown atau menutupnya. 

Selanjutnya, secara bertahap akan dipindahkan ke dalam super apps. "Paling tidak, cukup hanya delapan aplikasi yang terintegrasi. Ini sedang kita siapkan dalam roadmap Kementerian Kominfo," kata dia.

Johnny meyakini dengan efisiensi penggunaan super apps akan lebih tinggi dari aspek intervensi fiskal yang dikeluarkan menteri keuangan saat ini. “Dari jumlah tersebut, pelan-pelan kita mulai melakukan shutdown dan pindahkan. Saya meyakini, efisiensinya akan lebih tinggi dari intervensi fiskal yang Ibu Sri Mulyani keluarkan saat ini. Puluhan triliun hematnya, kalau itu bisa dilakukan luar biasa untuk kita," ujar dia.

Johnny menambahkan, untuk mewujudkan electronic government, pemerintah saat ini masih menggunakan 2.700 pusat data. Sementara hanya sekitar 3 persen yang berbasis cloud, selebihnya terpisah dan menjadi salah satu kendala untuk menghasilkan satu data di Indonesia.

Guna mewujudkan efisiensi dalam pengelolaan pusat data, pemerintah akan membangun empat pusat data berbasis cloud. "Pusat data yang pertama akan dibangun di dekat ibu kota negara saat ini, di Jabodetabek. Mudah-mudahan bulan depan bisa kita lakukan ground breaking sehingga bisa langsung digunakan di tahun 2024 nanti pada saat selesai dibangun," kata dia.

Secara simultan, pemerintah sudah merancang pembangunan pusat data kedua di Nongsa, Batam, Kepulauan Riau, dengan kapasitas yang hampir sama dan redundan sehingga ada saling backup dalam penggunaan pusat data ke depan.

Selanjutnya, untuk pusat data yang keempat akan dibangun di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Johnny menjelaskan, pemilihan lokasi terakhir dilatari minimnya aktivitas vulkanik bawah laut yang berpotensi mengganggu layanan pusat data.

"Kenapa memilih Labuan Bajo? Karena fiber optic network wilayah selatan Indonesia (menghubungkan Indonesia bagian Barat, Tenggara, Timur) itu, yang memungkinkan sangat sedikit aktivitas vulkanis bawah lautnya. Saat ini kita juga mempunyai lintas utara melalui Kalimantan-Sulawesi (Manado)-Maluku Utara, turun ke Biak dan Papua tetapi aktivitas vulkanis yang sangat besar, sehingga berulang-ulang kali terjadi kabel lautnya putus, karena gunung bawah laut meletus," kata politikus Partai NasDem tersebut.

Mengenai pembangunan pusat data, dia menyebutkan tiga pertimbangan utama. Pertama, ada potensi tersedianya kapasitas power supply atau listrik yang memadai dengan jumlah besar, redundancy service, dan ketersediaan jaringan kabel serat optik yang memadai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement