REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kementerian Perhubungan secara jangka panjang akan menerapkan kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Load). Hal ini tentunya nantinya tak ada lagi truk ODOL yang beroperasi.
Mengenai hal ini, sejumlah sopir truk mengaku menolak kebijakan tersebut. Padahal, Kementerian Perhubungan suda melakukan pendekatan secara persuasif dan sosialisasi.
“Kami yang selama ini disebut-sebut sebagai ujung tombak logistik di negara ini, kok kami merasa jadi sebagai pihak yang tertombak oleh peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah yang tidak bisa kami lakukan, termasuk salah satunya peraturan yang terkait Zero ODOL,” ujar Penangungjawab Aliansi Perjuangan Pengemudi Nusantara (APPN) Princes Asami Athena, Selasa (12/7/2022).
Dia mengatakan pada dasarnya semua driver logistik itu adalah orang-orang yang pro terhadap pemerintah, termasuk APPN. Tapi, dalam hal ini, para driver juga tidak mau kalau peraturan itu sampai mengusik mata pencaharian mereka.
“Kami selalu pro terhadap pemerintah, tapi aturan-aturan yang bagaimana yang harus mereka berikan juga harus memperhatikan kehidupan kami para sopir. Minimal harus ada tenggang rasa terhadap kami ini,” ucap Inces, sapaan akrabnya di kalangan para sopir truk.
Dia mempertanyakan tanggung jawab pemerintah terhadap dampak yang ditimbulkan kebijakan Zero ODOL ini terhadap ekonomi keluarga para sopir truk yang ada di Indonesia.
“Pemerintah tahu nggak apa yang terjadi terhadap keluarga kami jika peraturan Zero ODOL ini diterapkan. Pemerintah harus tahu bahwa masing-masing driver logistik itu rata-rata harus menghidupi beberapa orang di rumahnya, bisa 5, bisa 6, bisa 7. Jadi, kebutuhan kami itu terus meningkat,” katanya.
Tapi terkait dengan aturan yang dibuat pemerintah termasuk salah satunya Zero ODOL ini, Inces mengatakan itu seakan menjadi bumerang untuk para sopir logistik jika diterapkan.
Menurutnya, yang diinginkan APPN adalah pemerintah mau duduk bersama dengan para driver sebelum membuat peraturan itu.
“Kalau memang betul mereka mau membuatkan aturan, ayo duduk bersama kami biar kami juga bisa melihat sisi baiknya bagaimana. Jika memang kami diarahkan ke kanan, risiko yang kami dapat itu bagaimana. Jika kami diarahkan ke kiri, risiko yang kami dapat itu bagaimana. Kami sangat paham urusan di jalan itu semua terkait dengan risiko dan bagaimana meminimumkan risiko itu. Tapi, ya jangan sampai risiko-risiko itu berbentur kembali dan menjadi bumerang untuk kami juga,” tukasnya.
Dia mencontohkan seperti pemotongan truk yang biayanya harus ditanggung juga oleh para driver. “Mobil kami sudah dipotong, penggantian biaya kami belum pasti dari siapa. Ini kan namanya bumerang buat kami,” cetusnya.
Soal safety riding yang disebut-sebut sebagai salah satu alasan pemerintah untuk menerapkan kebijakan Zero ODOL ini, Inces menyikapi bahwa yang paling mengerti di lapangan soal hal itu adalah para sopir logistik.
“Kami ini orang yang paling mengerti aturan safety riding itu seperti apa. Tidak ada istilahnya driver itu mau terjadi terkait dengan laka (kecelakaan), atau terjadi trouble di jalan, hampir tidak ada yang mau seperti itu. Tapi kembali lagi, itu musibah dan itu resiko yang kami harus hadapi terkait dengan ODOL ini,” katanya.
Dan terkait peraturan Zero ODOL ini, menurut Inces, itu jelas-jelas sangat mengganggu uang dapur para sopir. “Andai saja yang dilakukan oleh pemerintah itu tidak memotong uang dapur kami, mungkin ini tidak akan terjadi gejolak-gejolak,” cetusnya.
Dalam gambaran pemerintah, kata Inces, mungkin mereka melihat para sopir truk itu memiliki uang banyak karena membawa truk besar.
“Kami ini tidak pernah memperkaya diri, tapi untuk bertahan hidup. Jadi, apa yang kami dapatkan itu hanya untuk bertahan hidup. Terlalu banyak problematika yang dialami driver logistic. Karenanya, saya berharap aturan-aturan seperti Zero ODOL itu tidak memberatkan kami,” ucapnya.
Belum lagi selesai masalah Zero ODOL, Inces mengatakan sudah muncul lagi aturan mengenai penggunaan aplikasi Mypertamina untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar bersubsidi.
“Kan tidak semua driver memiliki handphone bagus yang bisa memakai aplikasi itu. Itu akan menjadi penghambat pekerjaan kami. Masak nanti cuma gara-gara nggak ada aplikasi Mypertamina kami nggak bisa nyupir lagi. Lalu kehidupan kami bagaimana?” kata dia.