Selasa 12 Jul 2022 16:02 WIB

Paradoks Rakyat Kecil Kala Beli Minyak Goreng Pakai Aplikasi

Akses internet lemot menjadi ancaman pembeli minyak goreng pakai aplikasi

Warga mengantre untuk membeli minyak goreng kemasaan rakyat merek Minyakita di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Kementerian Perdagangan meluncurkan minyak goreng curah kemasan dengan merek Minyakita dengan harga Rp14.000/liternya untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan stok minyak goreng serta memermudah proses distribusi ke setiap daerah.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Warga mengantre untuk membeli minyak goreng kemasaan rakyat merek Minyakita di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Kementerian Perdagangan meluncurkan minyak goreng curah kemasan dengan merek Minyakita dengan harga Rp14.000/liternya untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan stok minyak goreng serta memermudah proses distribusi ke setiap daerah.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dian Fauzalia, Mahasiswa Magister Ilmu komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Minyak goreng masih menjadi masalah besar bagi masyarakat Indonesia. Namun belakangan ini pemerintah mulai mensosialisasikan pembelian minyak goreng dengan menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau dikenal dengan Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR). Sedangkan bagi yang belum memiliki aplikasi PeduliLindung tidak perlu khawatir, dapat membelinya dengan menunjukkan NIK untuk mendapatkan minyak goreng curah dengan Harga Eceran Maksimum (HET). Pemerintah juga membatasi jumlah yang bisa dibeli orang per hari hanya 10kg/Nik.

Menteri Perdagangan Zulkifri Hasan telah menetapkan syarat pembelian Minyak Goreng Massal Rakyat (MCGR), baik dengan menggunakan aplikasi PeduliLindungi untuk konsumen ritel maupun dengan tidak membiarkan konsumen yang akan menjual kembali minyaknya menjadi agen distribusi. Untuk pelaku UMKM, volume pembelian per pelaku usaha adalah 10 liter per hari.

Namun rencana pemerintah tersebut masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, termasuk para pedagang dan pembeli. Penjual takut kehilangan pelanggan karena menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau NIK mempersulit pembeli untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga eceran tertinggi (HET). Pembeli takut karena mengira NIK yang diberikan akan disalahgunakan dalam pinjaman online atau bentuk lainnya. Banyak juga orang tua yang bingung dan tidak tahu cara menggunakan ponsel, serta sulit membeli minyak goreng dalam jumlah banyak. Karena diketahui bahwa sebagian besar segmen pembeli minyak goreng curah adalah wanita dewasa hingga wanita lanjut usia.

Penggunaan telepon seluler (ponsel) di kalangan lansia pada 2021 cenderung stabil jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sebanyak 46,79% lansia tercatat menggunakan ponsel tahun lalu. Tingkat penggunaan ponsel ini meningkat tipis dari tahun 2020 yang sebesar 46,68%, di mana peningkatan penggunaan ponsel di kalangan lansia mengalami angka tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Persentase tersebut naik 3,6% dari 43,08% pada 2019. Meski meningkat dalam lima tahun terakhir, penggunaan ponsel belum pernah mencapai setengah dari populasi lansia. Mayoritas lansia menggunaan ponsel untuk berhubungan dengan keluarga dan kerabat. Di balik penggunaan ponsel yang terus meningkat, penggunaan komputer terus turun sejak 2018. Tingkat penggunaan komputer tercatat sebesar 2,57% pada 2018 dan turun menjadi 1,46% pada 2021. Menurunnya penggunaan komputer di kalangan lansia disebabkan akses telepon seluler dan internet yang lebih mudah sehingga lansia tidak lagi membutuhkan komputer.

Berdasarkan data dan fenomena di atas terlihat bahwa jika dari keseluruhan masyarakat Indonesia yang berumur atau dalam kategori lansia di mana persentase tertinggi masih dipegang pada lansia yang tidak memiliki smartphone atau gadget. Hal ini tentu saja menggambarkan bahwa persentase tertinggi menggambarkan bahwa lansia yang tidak memahami sama sekali penggunaan aplikasi Android. Sehingga jika memang persyaratan menggunakan aplikasi pelindungi merupakan syarat mutlak untuk membeli minyak goreng curah tentu akan mempersulit Masyarakat khususnya masyarakat pedalaman yang memiliki akses internet yang cukup lemah dan tidak stabil.

Belum lagi soal efisiensi waktu yang di mana umumnya pedagang minyak curah berada pada pasar tradisional atau tokoh-tokoh rumahan yang bukan pada pasar swalayan modern sehingga tentu dari situasi dan kondisi tidak terlalu kondusif sehingga jika harus menstabilkan penggunaan aplikasi tentu akan memakan waktu dan suasana yang kurang nyaman. Jika dibandingkan dengan metode transaksi yang seperti biasa tentu berbeda jauh karena umumnya minyak-minyak curah sudah di packing dan diukur sesuai dengan jumlah liter yang dibutuhkan jadi masyarakat hanya tinggal mengambil sesuai kebutuhan dan membayar kepada penjual.

Mengutip dari situs disdukcapil.bontangkota.go.id,  sekitar 23.475.000 orang penduduk  Indonesia belum memiliki kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Mereka sebagian besar berada di daerah-daerah terpencil seperti di wilayah pesisir dan pegunungan. Dari data tersebut menyatakan bahwa masih ada warga negara Indonesia yang belum memiliki KTP walaupun sebenarnya hal tersebut merupakan syarat mutlak dan salah satu hal yang menggambarkan seseorang memang warga negara Indonesia.

Kembali lagi ke persoalan minyak goreng bahwa syarat lain selain memiliki aplikasi berlindungi di Android untuk bertransaksi minyak goreng curah adalah dengan memiliki KTP. Dari data tersebut menggambarkan bahwa masih banyak warga negara Indonesia yang belum memiliki KTP khususnya daerah terpencil yang tentu memiliki alasan yang variatif. Hal ini tentu juga menjadi salah satu hambatan untuk merealisasikan kebijakan pemerintah tersebut dan juga mempersulit penjual karena harus mengevaluasi masyarakat yang sudah atau belum memiliki KTP.

Selain itu, walaupun ada masyarakat yang sudah punya KTP tentu akan menjadi tanda tanya dan beberapa kontroversi Karena untuk tingkat membeli minyak goreng saja harus menggunakan KTP karena ada rasa takut untuk disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Terlebih di zaman sekarang banyak fenomena-fenomena yang mengatasnamakan oknum untuk kepentingan pribadi hanya dengan data identitas KTP. Oleh karena itu tentu kebijakan aplikasi dan KTP sebagai syarat pemberian minyak goreng curah merupakan kebijakan yang harus ditinjau ulang kembali karena pemerintah harus mengevaluasi keadaan demografi masyarakat Indonesia terlebih dahulu.

Harapan pedagang dan pembeli minyak goreng curah agar pemerintah dapat mempermudah rakyat mendapatkan minyak goreng curah dengat Harga Eceran Tertinggi(HET).

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement