Selasa 14 Jun 2022 08:16 WIB

Terdakwa Dwidjono Diduga Dalam Tekanan Sebut Nama Mardani Maming

Sebelumnya, terdakwa mengaku tidak ada aliran uang mengalir ke Mardani Maming.

Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Kamis (2/6/2022). Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)  yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut diperiksa KPK sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengalihan Izin Usaha Tambang (IUP) dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) pada 2011. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Kamis (2/6/2022). Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut diperiksa KPK sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengalihan Izin Usaha Tambang (IUP) dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) pada 2011. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kuasa hukum Mardani H Maming, Irfan Idham menduga terdakwa kasus gratifikasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo dalam tekanan sehingga menyeret nama kliennya. Terdakwa yang juga mantan kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu tersebut memberi keterangan yang berubah pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Senin (13/6/2022) dengan agenda pembelaan.

Irfan menduga ada tekanan dan perintah pihak tertentu agar Dwidjono menyebut nama mantan bupati Tanah Bumbu Mardani Maming soal adanya aliran dana sebesar Rp 89 miliar. Dalam persidangan, terdakwa Dwidjono menyatakan tidak pernah menerima gratifikasi sebesar Rp 27,6 miliar seperti dakwaan jaksa penuntut umum.

Baca Juga

Menurutnya, uang tersebut adalah utang piutang antara dirinya dengan direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) almarhum Hendry Soetio. Padahal, dalam sidang sebelumnya, terdakwa juga menyatakan tidak ada sepeserpun uang yang diduga hasil gratifikasi tersebut mengalir ke Mardani H Maming sebagai mantan bupati Tanah Bumbu.

Irfan menuturkan, soal dana itu murni hubungan bisnis. "Bahkan PT PCN masih terhutang dengan perusahaan keluarga Mardani H Maming sebesar Rp 106 miliar," tutur Irfan dalam keterangan, Senin (13/6/2022).

Irfan menambahkan, saat ini PT PCN mengalami kesulitan keuangan dan sedang dalam perkara PKPU di PN Jakarta Pusat dengan Perkara Nomor 412/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. Dimana dalam perkara tersebut Jhonlin Group milik Syamsudin Arsyad atau Haji Isam, adalah pihak investor yang ingin mengambil alih kepemilikan aset dan perusahaan PT PCN.

Menurut Irfan, indikasi adanya tekanan dan arahan dari pihak lain di kasus ini, bisa dilihat dari unggahan percakapan melalui pesan WhatsApp yang ramai di media sosial. Percakapan itu antara terdakwa Dwidjono dengan Mardani H Maming sebelum kasusnya disidangkan di PN Tipikor Banjarmasin.

Dalam chat WA tersebut, awalnya Dwidjono minta bantuan hukum kepada Mardani Maming karena diduga terlibat kasus gratifikasi. Mardani siap membantu dengan tim penasehat hukumnya. Namun, tim penasihat hukum tersebut diganti sepihak oleh terdakwa.

Terdakwa Dwidjono dalam chatnya juga mengaku ada sejumlah oknum, yang meminta dia melibatkan Mardani H Maming dalam kasus ini. Selain diiming-imingi mendapatkan imbalan, Dwidjono dijanjikan bebas dari hukuman asal Mardani H Maming dihukum. Dwidjono hanya harus menyebutkan nama Mardani Maming dalam kasusnya.

Masih dalam pesan WA, terdakwa Dwidjono mengaku bingung karena dia tahu Mardani H Maming tidak bersalah. "Mardani Maming telah menjadi korban kriminalisasi. Semua isu negatif yang dihembuskan di media massa dan dipersidangan ditegaskan adalah tidak benar," tegas Irfan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement