REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Dinas Gulkarmat DKI Jakarta Satriadi Gunawan mengatakan mayoritas kebakaran di DKI Jakarta pada 2022 selama periode 1 Januari hingga 30 April memang ada di Jakarta Selatan. Selama periode itu, jumlah kebakaran di Jakarta Selatan ada sebanyak 182 kasus, masih jauh dibanding daerah tertinggi kedua, Jakarta Barat dengan 127 kasus dari total 543 kasus di DKI Jakarta.
Ditanya penyebab, kata dia, hal itu sulit diperkirakan mengingat tren yang tak bisa diprediksi. “Semua tempat, kebakaran bisa terjadi,” kata Satriadi kepada Republika, Ahad (12/6/2022).
Alih-alih Tambora yang kini intensitas kebakarannya berkurang, Jakarta Selatan meningkat karena salah satu faktor rumah industri. Menurut Satriadi, kebakaran berbanding lurus dengan aktivitas masyarakat di wilayah itu. Dengan banyaknya kelistrikan yang terpasang tidak sesuai, dinilainya memiliki potensi lebih besar.
Menurutnya saat ini memang banyak kebakaran yang terjadi di perumahan. Seperti pada April 2022 di DKI ada 73 kasus kebakaran bangunan perumahan. “Kebanyakan kebakaran justru perumahan. Itu karena banyak rumah yang tidak sesuai peruntukannya dijadikan tempat industri. Contoh ruko,” tutur dia.
Selama 2019-2022 frekuensi kebakaran turun sekitar 31 persen. Kebakaran pada Januari-Maret 2019 sebanyak 414 kasus, sedangkan jumlah kebakaran pada Januari-Maret 2020 sebanyak 382 kasus. Sedangkan untuk periode Januari-Maret 2021, tercatat ada 331 kebakaran di Jakarta.
Khusus pada tahun ini, dengan rentang waktu 1 Januari 2022 hingga 30 April 2022, kembali mengalami kenaikan. Berdasarkan data yang dihimpun ada 543 frekuensi kebakaran dalam kurun waktu tersebut.
Satriadi menyebut dari lima wilayah kota DKI Jakarta, dugaan penyebab listrik masih yang paling mendominasi, sekitar 364 kasus dari total 543 kejadian. Jumlah itu disusul dugaan lainnya berupa kebakaran kendaraan hingga sampah sekitar 95 kasus dan dugaan kebakaran dari gas sekitar 66 kasus.