Rabu 08 Jun 2022 18:50 WIB

Tren Pemberantasan Korupsi Memburuk, KPK Penegak Hukum dengan Angka Trust Terendah

Survei Indikator juga mendapati persepsi publik bahwa kasus korupsi meningkat.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/6/2022). Rapat tersebut membahas RKA K/L Tahun 2023.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/6/2022). Rapat tersebut membahas RKA K/L Tahun 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Nawir Arsyad Akbar

Lembaga survei Indikator Politik Indonesia pada hari ini merilis hasil survei penilaian masyarakat akan pemberantasan korupsi di Tanah Air. Selain tren pemberantasan korupsi setahun terakhir dinilai terus memburuk, survei mendapati bahwa kasus korupsi meningkat dalam dua tahun belakangan.

Baca Juga

"Di awal tahun 2022, mayoritas publik menilai tingkat korupsi di Indonesia menigkat (42,8 persen) atau tidak berubah (31,2 persen). Sementara yang menilai menurun hanya sekitar 20,2 persen," kata Direktur Eksekutif Indikator, Burhanudin Muhtadi dalam rilis surveinya, Rabu (8/6/2022).

Data survei Indikator dimulai pada 2016, di mana 70 persen masyarakat menilai bahwa ada peningkatan perbuatan pidana korupsi. Penilaian peningkatan pidana korupsi didapati merosot satu tahun berselang ke angka 54 persen. Meskipun, angka tersebut meningkat dua persen pada 2018.

Sepanjang 2020, survei mendapati bahwa tren peningkatan kasus tidak berubah signifikan. Dalam rentang waktu tersebut, penilaian masyarakat terkait peningkatan kasus korupsi berada di level 38 hingga 39 persen. Persepsi penilaian tertinggi terjadi pada September 2020 di angka 42,1 persen.

Masyarakat meyakini bahwa ada peningkatan kasus korupsi pada Desember 2020 lalu. Sebesar 56,4 persen masyarakat menilai kalau ada kenaikan kasus korupsi di Indonesia.

Survei mendapati bahwa 52,9 persen percaya bahwa kasus korupsi meningkat pada Juni 2021. Angka tersebut naik relatif tinggi satu bulan berselang ke angka 59,7 persen. Namun turun ke level 42,8 persen pada Januari 2022.

"Persepsi negatif menurun tahun 2020, meningkat di tahun 2021, dan kembali menurun di awal tahun 2022," kata Burhanudin.

Survei juga mendapati bahwa tren pemberantasan korupsi dalam satu tahun terakhir terus memburuk. Berdasarkan hasil survei, sebesar 37,6 masyarakat menilai pemberantasan korupsi berjalan dengan buruk pada Juli 2021 sedangkan 27,4 persen menilai baik.

Persepsi positif publik akan pemberantasan korupsi didapati meningkat pada November 2021 lalu ke angka 32,8 persen menilai baik dan 34,3 persen menyebut buruk. Meskipun, yang menilai buruk masih mayoritas responden.

Penilaian pemberantasan korupsi kembali merosot pasa Desember 2021 menuju angka 36,9 persen menilai buruk berbanding 29,3 persen menyebut baik. Penilaian negatif publik menurun pada Januari 2022 ke angka 35,7 persen sedangkan penilaian positif meningkat ke angka 33,1 persen.

Optimisme pemberantasan korupsi bangkit pada Februari 2022 ke angka 33,9 persen masyarakat menilai baik berbanding 31,5 persen yang menilai buruk. Namun, penilaian positif publik itu segera merosot ke angka 28,1 persen pada April 2022. Sedangkan masyarakat yang menilai negatif melonjak ke angka 37,8 persen.

"Di bulan Februari, penilaian positif sedikit di atas penilaian negatif. Tapi pada bulan April, penilaian negatif kembali lebih tinggi ketimbang penilaian positif," kata Burhanudin lagi.

Survei Indikator Politik dilakukan dengan menggunakan metode random digit dialing (RDD) dengan sampel sebanyak 1.213 responden. Pemilihan responden dilakukan secara acak. Margin of error dalam survei ini kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Terkait merosotnya tren pemberantasan korupsi, mantan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyayangkan hasil survei yang mendapati penilaian publik terhadap pemberantasan korupsi. Menurutnya, survei harus dilihat sebagai cermin yang jujur dari masyarakat agar aparat penegak hukum melakukan perbaikan. 

"Jadi jangan sampai KPK resisten dengan mengatakan bahwa itu cuma survei, persepsi dan lain-lain. Mestinya itu cermin dan lebih baim itu menadi koreksi agar KPK melakukan perbaikan mendalam," kata Febri Diansyah. 

 

Meskipun, sambung dia, muncul beberapa anggapan yang mengaku tidak begitu yakin KPK di periode sekarang dapat memperbaiki diri di sisa 1,5 tahun jabatan pimpinan saat ini. Dia menyinggung timbulnya beberapa kontroversi dari pimpinan lembaga antirasuah periode kali ini.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement