Kamis 02 Jun 2022 08:03 WIB

Kejati Sumut Pilih Hentikan Kasus KDRT dengan Keadilan Restoratif

Korban telah memaafkan tersangka Yudi, dan terjadi perdamaian tanpa syarat.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (Kejati Sumut) di Kota Medan (ilustrasi)..
Foto: Dok Antara
Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (Kejati Sumut) di Kota Medan (ilustrasi)..

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (Kejati Sumut) mengusulkan perkara pencurian dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) untuk dihentikan penuntutannya dengan menerapkan pendekatan keadilan restoratif. Keputusan itu ternyata disetujui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejakgung.

"Perkara yang diusulkan dan dihentikan penuntutannya adalah dari Kejari Deli Serdang dan Kejari Gunungsitoli," kata Kepala Kejati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan di Kota Medan, Provinsi Sumut, Rabu (1/6/2022).

Yos menyebutkan, perkara pertama adalah dengan tersangka Yudi Ramadani (34 tahun) yang melanggar Pasal 367 ayat (2) KUH Pidana dengan ancaman hukuman empat tahun penjara. Yudi melakukan pencurian dalam keluarga dengan korban orang tuanya sendiri Wagiman (58). Pelaku dan korban sudah berdamai dengan saling memaafkan.

Korban telah mencabut laporannya di Polsek Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Kemudian dengan tersangka Yanto Firman Laoli yang melakukan penganiayaan dengan cara mendorong korban dengan dua tangan sampai terjatuh. Menurut Yos, Yanto meninju bibir sebelah kiri korban sebanyak satu kali dengan menggunakan tangan kanan.

Dia menjelaskan, korban telah memaafkan tersangka dan terjadi perdamaian tanpa syarat, yang disaksikan penyidik Polres Nias, kepala desa, tokoh masyarakat, dan keluarga. Alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restorative justice berpedoman Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.

Aturannya, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian di bawah Rp 2,5 juta, ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dan korban, serta direspon positif oleh keluarga. "Kemudian, antara tersangka dan korban masih mempunyai hubungan keluarga dan ada kesepakatan berdamai," kata Yos.

Syarat lainnya, tersangka menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Jika semua persyaratan itu terpenuhi maka keadilan restoratif bisa diterapkan dalam menyelesaikan sebuah kasus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement