Sabtu 03 Sep 2022 08:16 WIB

Kejati Sumut Hentikan Penuntutan 90 Perkara dengan Pendekatan Restoratif

Perkara yang dihentikan di antaranya pengancaman tetangga dan pemukulan istri.

Ilustrasi. Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sudah menghentikan penuntutan 90 perkara sampai Agustus 2022 dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Foto: pixabay
Ilustrasi. Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sudah menghentikan penuntutan 90 perkara sampai Agustus 2022 dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sudah menghentikan penuntutan 90 perkara sampai Agustus 2022 dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Dari 90 perkara yang dihentikan penuntutannya, dua perkara dari Kejari Padang Lawas Utara dan Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Idianto mengatakan, dua perkara yang dihentikan adalah perkara dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli dengan tersangka Mhd Riswan A Hutabarat yang melakukan pengancaman terhadap tetangganya sambil menodongkan pisau. Tersangka dikenakan dengan Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga

Kemudian, perkara kedua dari Kejari Padang Lawas Utara dengan tersangka Riswan Efendi yang melakukan pemukulan terhadap istrinya sendiri. Tersangka dikenakan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 ayat (1) KUHP.

"Alasan dilakukannya penghentian penuntutan terhadap kedua perkara ini, antara pelaku dan korban masih tetangga, dan satu perkara lagi dari Kejari Paluta masih suami istri," kata dia melalui keterangan tertulis Kasi Penkum Yos A Tarigan, Jumat (2/9/2022).

Yos mengatakan, setelah dilakukan mediasi, antara tersangka dan korban sudah berdamai, saling memaafkan. Korban telah memaafkan tersangka dan dilakukan perdamaian tanpa syarat disaksikan penyidik, tokoh masyarakat dan keluarga.

Penghentian penuntutan dengan penerapan keadilan restoratif (restorative justice) berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kemudian, jumlah kerugian di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.

"Pelaksanaan restorative justice ini juga bertujuan untuk mengembalikan keadaan kepada keadaan semula dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi," kata Yos.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement