REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Edy Mulyadi menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) berusaha memanipulasi fakta dalam kasus "Jin Buang Anak". Tim kuasa hukum Edy memandang dakwaan JPU tak tepat hingga mengarah fitnah.
Hal tersebut disampaikan salah satu kuasa hukum Edy ketika membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Selasa (24/5). Pendapatnya guna menjawab dakwaan JPU yang menyebut channel YouTube 'Bang Edy Channel' bukan produk jurnalistik. Menurut pengacara, dakwaan itu bertentangan dengan fakta bahwa terdakwa merupakan wartawan.
"Bertentangan dengan fakta, bahwa terdakwa bukanlah seorang wartawan adalah fitnah dan Forum News Network (FNN) bukan sebagai perusahaan pers adalah tuduhan yang mengada-ada," kata pengacara dalam persidangan tersebut.
Oleh karena itu, kuasa hukum Edy mengatakan, JPU gagal dalam memformulasikan dakwaan. Bahkan, ia diduga ada usaha manipulasi fakta supaya kasus itu bisa berujung ke meja hijau.
"Bahwa JPU telah memperlihatkan kegagalannya dalam memformulasikan suatu dakwaan bahkan diduga sebagai suatu upaya manipulasi fakta hanya agar kasus ini dapat disidangkan," ucap kuasa hukum Edy.
Kuasa hukum Edy menegaskan, FNN sebagai perusahaan pers sudah memberitahukan kepada Dewan Pers di antaranya terdapat akun YouTube 'Bang Edy Channel' sebagai salah satu sarana resmi kepunyaan FNN. Selama ini FNN memberikan kebebasan kepada setiap wartawannya guna menyampaikan pemberitaan sesuai UUD 1945 serta UU Pers.
"Kebebasan menyatakan pikiran dan pendapatnya dalam akun YouTube 'Bang Edy Channel' secara tegas diakui oleh FNN sebagai bentuk kebebasan dan merupakan format baru yang didesign oleh perusahaan pers FNN sebagai karya jurnalistiknya," ucap kuasa hukum.
Pada perkara ini, Edy didakwa menyebarkan berita bohong alias hoaks. Pernyataan Edy diangggap bisa memantik keonaran di tengah masyarakat.
Sehingga JPU mendakwa Edy Mulyadi melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI No 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana subsider Pasal 14 ayat (2) UU RI No 1/1946 atau kedua Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU RI No 19/2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Ketiga Pasal 156 KUHP.
Diketahui, eks calon legislatif itu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri pada akhir Januari 2022. Kasus yang menjerat Edy bermula dari pernyataannya soal lokasi Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan yang disebut tempat jin buang anak. Pernyataan Edy sontak memancing reaksi keras sebagian warga Kalimatan.