REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengakui jika dilihat dari segi alat utama sistem senjata (alutsista) milik TNI, jumlahnya masih sangat kurang. Bahkan, menurut Andika, kondisi ini tidak hanya dialami oleh Angkatan Udara, tapi juga Angkatan Darat dan Angkatan Laut.
Hal ini Andika sampaikan menanggapi pernyataan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto yang menyebutkan bahwa secara geografis letak IKN di Kalimantan Timur memiliki kerentanan tinggi terhadap ancaman eksternal yang berasal dari udara. Sehingga pemindahan ibu kota negara perlu disertai perubahan paradigma pertahanan
"Memang kalau dilihat dari alusista kita memang masih kurang banyak sekali. Bukan hanya di udara, tapi juga di matra darat dan matra laut," kata Andika di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Senin (23/5).
Meski demikian, sambung dia, TNI tetap berterimakasih kepada pemerintah, dalam hal in Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang sudah berusaha maksimal dalam melakukan pengadaan alutsista.
Andika menilai, pemerintah telah berupaya sebaik mungkin untuk menambah jumlah alutsista sesuai dengan kondisi keuangan negara.
"Pemerintah juga sudah berusaha memberikan yang terbanyak sesuai dengan kondisi keuangan, kan dari tahun ke tahun biasanya selalu ada naik turun dan itu semua juga akan berpengaruh kepada besaran," jelas dia.
"Tapi yang jelas tidak ada pemerintah yang kemudian tidak berusaha maksimal dalam memberikan anggaran, termasuk pemerintah presiden saat ini," tambah Andika menjelaskan.
Sebelumnya, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto menyebutkan, pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur perlu disertai perubahan paradigma pertahanan.
"Selama ini, pertahanan Indonesia cenderung berfokus pada pertahanan berbasis darat dengan mengandalkan strategi pertahanan mendalam (in-depth defense)," kata Andi Widjajanto saat memaparkan Orasi Ilmiah dalam rangkaian HUT Ke-57 Lemhannas, di Gedung Lemhannas, Jakarta, Kamis (19/5/2022).
Menurut Andi, paradigma itu dinilai tidak lagi optimal karena tidak sejalan dengan posisi geografis serta topografi IKN Nusantara. Secara geografis, lanjut dia, Nusantara memiliki kerentanan tinggi terhadap ancaman eksternal, khususnya yang bersumber dari udara.
"Oleh karenanya, kapasitas anti-access/area-denial (A2/AD) di sekitar IKN perlu diperkuat," ujarnya.
Selain itu, kata mantan Sekretaris Kabinet (Seskab) ini, Indonesia harus lebih mengedepankan prinsip forward presence untuk menjaga nusantara di sektor maritim. "Kemudian struktur topografi Nusantara mengharuskan sistem pertahanan darat harus lebih diarahkan pada mobilitas strategis," ujarnya.