REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) kembali menetapkan satu pejabat di Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebagai tersangka. Kali ini, penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan Tahan Banuera, selaku Analis Perdagangan Ahli Muda pada Dirjen Perdagangan Luar Negeri di Kemendag, sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi impor baja dan besi, serta besi paduan, Kamis (19/5).
Tahan Banurea, semula sebagai saksi dalam kasus ini. Dia selama ini diperiksa terkait perannya sebagai eks Kepala Subbagian (Kasubag) Tata Usaha (TU) Dirjen Perdagangan Luar Negeri di Kemendag 2017-2018, dan Kepala Seksi (Kasi) Barang Aneka Industri di Dirjen Perdagangan Luar Negeri di Kemendag 2018-2021.
Dalam catatan Republika, Tahan Banurea, sudah diperiksa sedikitnya empat kali terkait kasus ini. Tercatat pemeriksaan terhadapnya dilakukan pada Senin (11/4), Rabu (27/4), dan Kamis (14/5).
Pada pemeriksaan terakhir, Kamis (19/5), setelah dimintakan keterangan tambahan selama lebih dari 12 jam, tim penyidik di Jampidsus menetapkan Tahan Banurea sebagai tersangka. "Ya benar. Yang bersangkutan (Tahan Banurea) sudah dibawa ke tahanan malam ini juga," kata Direktur Penyidikan di Jampidsus, Supardi saat ditemui Republika di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, di Jakarta, Kamis (19/5) malam.
Tersangka Tahan Banurea ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Tahan Banurea tersangka perdana dalam kasus dugaan korupsi impor baja, dan besi, serta baja paduan ini.
Kejakgung, saat kasus ini naik ke proses penyidikan, Maret 2022, pernah menjelaskan kasus ini terkait dengan penyalahgunaan surat penjelasan (Sujel) dalam perizinan impor barang tanpa Persetujuan Impor (PI), serta surat verifikasi penelusuran teknis (LS) yang diharuskan oleh Kemendag untuk importasi barang-barang.
Ada enam importir swasta, yang mengajukan sujel impor tanpa PI ke Direktur Impor Dirjen Perdagangan Luar Negeri di Kemendag pada 2020. Importasi tanpa PI itu, dikatakan karena enam swasta itu, terikat kontrak dengan empat BUMN.
Kontrak itu dikatakan terkait kelanjutan program Pembangunan Strategis Nasional (PSN) 2016-2021. Enam perusahaan importir tersebut, adalah PT Bangun Era Sejahtera, PT Duta Sari Sejahtera, PT Inti Sumber Baja Sakti, PT Jaya Arya Kemuning, PT Perwira Adhitama, dan PT Prasasti Metal Utama.
Adapun empat BUMN yang dimaksud, PT Nindya Karya, PT Pertamina Gas, PT Waskita Karya, dan PT Wijaya Karya. Kerjasama enam perusahaan swasta, dengan empat BUMN, terkait pasokan baja, dan besi, serta baja paduan untuk konstruksi jalan dan jembatan, garapan BUMN. Atas permohonan impor barang tanpa PI oleh enam perusahaan itu, Kemendag menerbitkan Sujel tanpa PI yang dimaksud.
Akan tetapi terungkap, Sujel terbitan 2020 itu bodong. Karena dari penyidikan terungkap, BUMN sudah merampungkan proyek pembangunan konstuksi jalan, dan jembatan yang dimaksud pada 2018.
Supardi melanjutkan, dari hasil penyidikan, ditemukan bukti peran tersangka Tahan Banurea yang melakukan pengarsipan surat masuk dan keluar dari Direktur Impor di Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag pada 2018 saat menjabat sebagai Kasubag Tata Usaha di Dirjen Perdagangan Luar Negeri. Dalam jabatannya itu, tersangka Tahan Banurea, diduga membuatkan Sujel dengan kompensasi uang senilai Rp 50 juta.
Dari hasil penyidikan juga diketahui tersangka Tahan Banurea saat menjabat sebagai Kasi Barang Aneka Industri di Dirjen Perdagangan Luar Negeri pada 2020, membuatkan draf, dan konsep sujel, serta PI untuk perusahaan-perusahaan importir baja, besi, dan baja paduan. Kata Supardi, dalam pembuatan draf, dan konsep Sujel tersebut, ada peran Dirjen Perdagangan Luar Neger Indrasari Wisnu Wardhana yang mendiktekan langsung.
“Tersangka TB, mengetik konsep sujel yang disampaikan langsung secara lisan oleh Dirjen Daglu (Perdagangan Luar Negeri) IWW perihal penjelasan barang,” begitu kata Supardi. Atas penetapan tersangka itu, penyidik sementara ini menjerat Tahan Banurea dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor, dan sangkaan Pasal 3, serta Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.