REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Fraksi Nasdem Aminurokhman mengingatkan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan evaluasi terhadap penjabat kepala daerah yang telah ditunjuk dan dilantik. Evaluasi penjabat daerah sebaiknya dilakukan secara berkala.
"Pemerintah harus melakukan evaluasi atas kinerja para penjabat kepala daerah ini. Misalnya setiap enam bulan atau satu tahun," ujar Aminurokhman dalam keterangan tertulisnya, Senin (16/5/2022).
Menurutnya evaluasi sangat diperlukan untuk melihat sejauh mana kinerja para penjabat kepala daerah ini dalam membangun komunikasi dan etos kerja di berbagai pemerintahan daerah serta bisa bekerjasama dengan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota.
"Jika kerjanya dianggap tidak bisa memberikan kontribusi positif bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah harus ditarik dan diganti dengan orang yang mempunyai kapasitas yang lebih mumpuni. Kalau tidak diganti akan berdampak buruk pada stabilitas daerah," ujarnya.
Karena itu pejabat yang ditunjuk harus mempunyai legistimasi yang kuat agar bisa terbangun komunikasi antara lembaga politik dengan pejabat tersebut. Kalau tidak bisa membangun komunikasi, bagaimana bisa mengambil keputusan dan kebijakan strategis yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Seperti diketahui, di tahun 2022 ini pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah secara resmi melantik lima penjabat kepala daerah tingkat provinsi. Lima orang yang dilantik yakni Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebagai Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar sebagai Pj Gubernur Banten, Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kemenpora Hamka Hendra Noer sebagai Pj Gubernur Gorontalo.
Selanjutnya, Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan BNPP Kemendagri Paulus Waterpauw sebagai Pj Gubernur Papua Barat, dan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik sebagai Pj Gubernur Sulawesi Barat.
Aminurokhman juga menyarankan kepada pemerintah agar penunjukan penjabat gubernur, bupati dan wali kota harus menggunakan regulasi dan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada yakni sesuai dengan UU ASN dan UU TNI dan Polri serta keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Regulasi ini harus menjadi acuan dalam mengambil keputusan karena kalau dilanggar akan menimbulkan kegaduhan ditingkat daerah," katanya.
Ia juga meminta kepada pemerintah agar terbuka dalam proses seleksinya agar tidak ada persepsi negatif di publik jika pemilihan penjabat kepala daerah bukan karena faktor like and dislike. Terakhir, ia mengingatkan kepada penjabat kepala daerah ini untuk bersikap netral karena akan memasuki tahun politik dan rawan disalahgunakan untuk mendompleng kepentingan 2024.
"Makanya, seyogyanya penjabat kepala daerah yang ditunjuk ini tidak punya cita-cita untuk running dalam Pilkada 2024," ucapnya.