Sebelum dilantik menjadi pj Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw pada Oktober tahun lalu terlebih dulu menduduki jabatan deputi Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Saat dilantik menjadi pejabat Kemendagri, Paulus masih berstatus anggota Polri aktif dan sebelumnya berstatus sebagai Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Polri.
Mendagri Tito Karnavian mengklaim, penunjukan Paulus Waterpauw sebagai pj Gubernur Papua Barat merujuk pada usulan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat.
"Pak Paulus Waterpauw ini kan usulan dari Majelis Rakyat Papua Barat, juga usulan lembaga-lembaga adat di sana," kata Tito seusai pelantikan pj gubenur, di Gedung Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Selain usulan tersebut, Tito mengatakan pertimbangan lainnya dalam menunjuk Paulus Waterpauw adalah setelah melihat rekam jejak, kinerja serta kemampuan akademis dari Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan BNPP Kementerian Dalam Negeri tersebut.
"Beliau punya rekam jejak yang pengalaman di Papua, pernah jadi Kapolda Papua, Kapolda Papua Barat, dan yang penting juga beliau adalah putra Papua, orang asli Papua, kita menghormati itu," kata dia.
Karena itu, kata Tito, dengan seluruh pengalaman yang dimiliki Paulus Waterpauw diharapkan dapat menjaga berbagai aspek di Papua Barat selama masa jabatan Paulus. "Dengan segenap pengalamannya dan kemampuan akademiknya, jam terbangnya, kita berharap bisa menjaga keberlangsungan stabilitas politik pemerintahan keamanan sekaligus juga mempercepat pembangunan di Papua Barat," ucapnya.
Anggota Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menghormati kewenangan dari Presiden Joko Widodo dan Mendagri Tito Karnavian dalam menunjuk penjabat epala daerah. Kendati demikian, pihaknya akan tetap meminta penjelasan Tito ihwal mekanisme penunjukannya.
"Kami tentu juga akan meminta keterangan dari Menteri Dalam Negeri perihal mekanisme penunjukan para penjabat ini dan komposisi yang dilakukan oleh Mendagri dan Presiden," ujar Rifqi saat dihubungi, Kamis.
Komisi II, jelas Rifqi, akan menggunakan fungsi pengawasannya dalam mengawasi pj kepala daerah yang bekerja selama kurang lebih selama dua tahun. Karena secara substantif para kepala daerah ini adalah wakil pemerintah pusat yang ada di daerah.
"Karena itu Komisi II tidak segan-segan untuk memberikan kritik, saran, bahkan meminta Menteri Dalam Negeri untuk dilakukan rotasi atau pergantian jika didapati para penjabat kepala daerah yang tidak melaksanakan tugas dan kewajiban," ujar Rifqi.
"Agar ruang penunjukkan penjabat ini tidak berada dalam ruang kosong, melainkan bisa diberikan alasan-alasan logis dan rasional sesuai kebutuhan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Presiden dan Menteri Dalam Negeri agar publik tidak berspekulasi terhadap hal-hal yang tidak diperlukan," sambungnya.