Jumat 22 Apr 2022 14:17 WIB

Pemerintah Klaim Penyusunan UU IKN Sesuai Prosedur

Alasan pokok pemindahan Ibu Kota Negara adalah pertimbangan keunggulan wilayah.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ilham Tirta
Suharso Monoarfa.
Foto: Bappenas
Suharso Monoarfa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian materiil dan formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR, Kamis (21/4/2022). Pemerintah yang diwakili Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa mengeklaim, pembentukan UU IKN tidak bertentangan dengan UUD 1945.

"Penyusunan UU IKN telah sesuai dengan UUD 1945 dan prosedur pembentukan Undang-undang," ujar Suharso dikutip laman resmi MK, Jumat (22/4/2022).

Baca Juga

Dia menjelaskan, pembentukan UU IKN telah dilakukan pembahasan secara intensif antara badan legislasi DPR dan pemerintah yang diwakili Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Tata Ruang dan Agraria, serta Menteri Hukum dan HAM.

Menurut Suharso, alasan pokok pemindahan Ibu Kota Negara didasarkan pada pertimbangan keunggulan wilayah. Dari sisi lokasi, wilayahnya sangat strategis karena berada di tengah-tengah yang dilewati alur laut kepulauan Indonesia.

Dia menuturkan, lokasi IKN memiliki infrastruktur yang relatif lengkap, mulai dari bandara, pelabuhan, serta jalan tol. Lokasi itu berdekatan dengan dua kota yang strategis, yakni Balikpapan dan Samarinda.

Dia menyebutkan, ketersediaan lahan yang dikuasai pemerintah sangat lengkap untuk pengembangan IKN. Selain itu, ibu kota negara minim risiko bencana alam.

Di sisi lain, Suharso menyoroti kedudukan hukum (legal standing) para pemohon dalam perkara Nomor 25/PUU-XX/2022 dan 34/PUU-XX/2022 yang disidangkan sekaligus. Dia menyatakan, UU IKN yang diuji tersebut secara faktual tidak akan menimbulkan akibat hukum secara langsung yang dapat merugikan hak konstitusional atau kerugian lain bagi para pemohon.

"Sehingga para pemohon tidak memiliki hak untuk menguji Undang-undang a quo secara formil dan akan sangat beralasan secara hukum jika Yang Mulia Ketua MK dan Hakim MK menolak legal standing para pemohon secara keseluruhan," kata dia.

Suharso juga mengatakan, pemindahan IKN merupakan salah satu bagian dari politik hukum kesejahteraan yang memiliki tujuan, visi, dan misi pembangunan dan pengelolaan IKN sebagai kota dunia untuk semua. Tujuan utamanya mewujudkan kota ideal dan dapat menjadi acuan bagi pembangunan.

"Visi besar tersebut bertujuan untuk mewujudkan ibu kota nusantara sebagai kota berlanjutan di dunia, menciptakan keamanan, keselarasan dengan alam, ketangguhan efisiensi melalui pengelolaan sumber daya dan lainnya," kata dia.

Di sisi lain, anggota Komisi III Arteria Dahlan yang mewakili DPR mengeklaim, pembentuk Undang-undang telah mengakomodasi partisipasi publik dengan melakukan berbagai rangkaian kegiatan dan mencari masukan dalam pembentukan UU IKN. Urgensi pemindahan Ibu Kota Negara disebabkan Jakarta sudah tidak layak lagi, karena pesatnya pertambahan penduduk Jakarta yang tidak terkendali, problem lingkungan, maupun berbagai persoalan lainnya.

"Karena pemindahan ibu kota negara diharapkan dapat mendorong pengurangan kesenjangan dan dapat melakukan peningkatan perkembangan ekonomi di luar Jawa," kata Arteria.

Arteria juga mengatakan, dalil para pemohon tidak tepat untuk dijadikan dasar pengujian. Di samping itu, para pemohon tidak menguraikan secara spesifik kerugian konstitusional yang dialami.

Gugatan yang terdaftar dengan nomor 25/PUU-XX/2022 dimohonkan oleh Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN). Mereka terdiri dari Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, Letjen TNI Mar (Purn) Suharto, Mayjen TNI (Purn) Soenarko MD, Taufik Bahaudin, Syamsul Balda, Habib Muhsin Al attas, Agus Muhammad Maksum, M Mursalim R, Irwansyah, dan Agung Mozin.

Permohonan dengan nomor 34/PUU-XX/2022 diajukan oleh Azyumardi Azra, Din Syamsuddin, Nurhayati Djamas, Didin S Damanhuri, Jilal Mardhani, Mas Achmad Daniri, Massa Djaafar, Abdurahman Syebubakar, Achmad Nur Hidayat, Shabriati Aziz, Moch Nadjib, Engkur, Mohamad Noer, Hatta Taliwang, Reza Indragiri Amriel, Mufidah Said Bawazir, Ramli Kamidin, Nazaruddin Sjamsuddin, Iroh Siti Zahroh, Faidal Yuri Bintang, dan Achmed Roy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement