REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan menyoroti anggapan masyarakat terhadap profesi advokat yang seakan-akan borjuis dan hedonis. Disebutnya, kekayaan bukanlah tujuan utama profesi advokat. Karena itu ia meminta agar dewan kehormatan untuk mengkaji apakah itu pelanggaran seperti masih dalam ranahnya atau tidak.
"Khususnya dewan kehormatan pusat agar segera mungkin melakukan suatu workshop. Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang diduga melanggar kode etik tetapi dilakukannya tidak dalam menjakankan tugas apakah itu masih ranah dewan kehormatan atau tidak," pinta Otto di Jakarta.
Pernyataan Otto itu disampaikan, pada saat dirinya melantik Dewan Kehormatan Daerah (DKD) DKI Jakarta masa jabatan 2022-2027 di Grand Slipi convention Hall Tower Jakarta Barat, Kamis (14/4/2022) kemarin. Sebanyak 12 anggota DKD DKI Jakarta yanng dilantik. Mereka terdiri dari unsur pakar atau tenaga ahli di bidang hukum dan juga unsur tokoh masyarakat.
Dalam kesempatan itu, Otto juga mengeluhkan akibat perbuatan doyan pamer harta membuat profesi advokat jelek. Pada akhirnya, masyarakat luas memiliki pandangan bahwa gaya hidup advokat identik dengan gaya hidup yang hedon dan borjuis. Padahal advokat yang sekaya itu tidak kurang dari 1 persen saja.
"Ini adalah persoalan yang sangat serius. Apabila ini tidak dituntaskan saya khawatir calon-calon advokat kita ini banyak sekali ingin menjadi advokat dengan paradigma yang keliru," keluh Otto.
Otto juga menyinggung paradigma calon-calon advokat atau advokat muda saat ini telah tercemar dan berubah dari paradigma seorang advokat sesungguhnya. Disebutnya bahwa uang, harta dan Lamborghini telah menjadi cita-cita dari seorang advokat.
"Uang, harta itu sangat perlu, Lamborhini boleh juga. Tapi itu tidaklah menjadi cita-cita seorang advokat karena semuanya konsekuensi logis yang didapatkan seorang advokat ketika menjalankan profesinya," ungkap Otto.