REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR telah mengesahkan rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang. Namun, satu pihak masih menyuarakan penolakannya terhadap RUU tersebut, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Fraksi PKS berpandangan pembentukan undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana kesusilaan, termasuk di dalamnya kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual harus memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016. Dalam Pertimbangan hukumnya, hakim MK menegaskan diperlukannya langkah perbaikan untuk melengkapi pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana kesusilaan.
"Era pimpinan ambilah kesempatan ini, tonggak kedaulatan bangsa, untuk mengembalikan hukum bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila, UUD, dan norma yang hidup di masyarakat," ujar anggota Baleg Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf saat menginterupsi rapat paripurna ke-19 Masa Sidang IV Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (12/4/2022).
Adapun payung hukum yang mengatur detail tentang kesusilaan, seperti seks bebas, termaktub dalam revisi Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP). Namun DPR urung mengesahkannya, meskipun Komisi III telah melakukan pengambilan keputusan tingkat I pada akhir periode 2014-2019.
Rumusan tindak pidana kesusilaan yang diatur dalam RKUHP, nilai Fraksi PKS, sudah komprehensif. Karena meliputi perbuatan yang mengandung unsur kekerasan seksual dan yang tidak mengandung unsur kekerasan seksual, seperti perzinaan dan hubungan seksual sesama jenis.
Sementara dalam KUHP saat ini, norma perzinaan masih bermakna sempit dan tidak bisa menjangkau hubungan suami istri yang dilakukan oleh pasangan yang belum terikat perkawinan. Pengaturan tentang tindak pidana perzinaan ini perlu diatur dengan memperluas rumusan delik perzinahan dalam Pasal 284 KUHP yang mencakup perzinaan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.
Fraksi PKS juga mengusulkan untuk memasukkan ketentuan larangan hubungan seksual berdasarkan orientasi seksual yang menyimpang dalam RUU TPKS. Dengan mengakomodasi pemidanaan bagi pelaku penyimpangan seksual, baik dilakukan terhadap anak maupun dewasa.
"Tanpa itu RUU TPKS dapat bermakna yang membahayakan. Mudah-mudahan Allah SWT membukakan hati kita dengan berkah Ramadhan ini untuk menghadirkan undang-undang terbaik, untuk menyelamatkan bangsa dan negara kita," ujar Al Muzzammil.
Ketua DPR Puan Maharani mengamini, jika RUU TPKS tersebut belum dianggap sempurna oleh sejumlah pihak. Kendati demikian, UU TPKS ini menjadi hadiah bagi kaum perempuan jelang Hari Kartini pada 21 April mendatang. Payung hukum yang akan memberikan keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.
"Saya juga memahami bahwa mungkin undang-undang ini belum dianggap sempurna. Karenanya saya meminta seluruh elemen masyarakat untuk mengawal undang-undang ini nanti dalam implementasinya memang bermanfaat untuk mitigasi, perlindungan," ujar Puan.
Baca juga : DPR Sahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Jadi Undang-Undang
Usai pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy kembali menjelaskan bahwa pasal terkait pidana perkosaan dan aborsi tak masuk dalam UU TPKS. Melainkan akan termaktub dalam RKUHP.
"Pemerkosaan dan persoalan aborsi yang sudah diatur dalam KUHP yang akan disahkan selambat-lambatnya disahkan pada bulan Juni 2022 ini," ujar Eddy.