REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat kebijakan publik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Robi Nurhadi, menilai kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diinisiasi Presiden Jokowi dan diimplementasi Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto menjadi model tepat. Ini untuk mengatasi persoalan rendahnya daya beli masyarakat seiring naiknya harga-harga komoditas kebutuhan pokok akhir-akhir ini.
Robi, yang juga merupakan Kepala Pusat Penelitian Pascasarjana di Unas itu mengatakan, kebijakan BLT telah lama menjadi kebijakan benchmark. BLT tidak hanya diadopsi di negara-negara Asia, Amerika, dan juga Afrika yang masih berkembang. Negara-negara Eropa, menurut dia, juga banyak mengadopsi kebijakan tersebut manakala diperlukan.
“BLT ini telah menjadi model kebijakan yang banyak digunakan. Negara-negara Eropa juga banyak memberikan bantuan kepada warganya dengan model BLT,” kata Robi di Jakarta, Senin (11/4/2022).
Alasan utama mengapa model BLT dipakai, kata dia, tak lain karena sangat cair dalam penggunaan serta umumnya memenuhi ekspektasi penerima bantuan. Distrubusi BLT umumnya juga lebih mudah dibandingkan distribusi bantuan lainnya, misalnya dalam bentuk natura atau sembako, pada umumnya di Indonesia.
“Kan lebih mudah, karena terdistribusi langsung pada rekening orang atau kelompok yang menjadi tujuan,” kata Robi.
Di Eropa dan negara-negara maju lainnya, BLT umumnya diberikan bila ada kejadian yang membuat masyarakat mengalami ketidakmampuan yang tiba-tiba. Karena itu, Robi sepakat manakala Kemenko Perekonomian, tentu saja atas inisiasi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, menyampaikan model BLT untuk menyalurkan bantuan kepada rakyat.
“Itu pilihan model kebijaksanaan yang tepat. Tinggal bagaimana melakukan implementasi dan pengawasannya,” kata dia.
Saat ditanya tentang peluang suksesnya program Kemenko Perekonomian tersebut seiring isu kesulitan keuangan pemerintah, Robi menyatakan optimistis. Itu karena, dalam logika sederhana pun urusan yang urgen itu tentu menjadi prioritas yang akan didahulukan.
“Misalnya, membayar gaji pegawai negeri itu tentu lebih prioritas dibandingkan membangun gedung atau infrastruktur,” kata dia.
Apalagi bila hal itu menyangkut potensi terjadinya bencana, misalnya, kekurangan daya beli, peluang merebaknya kelaparan di masyarakat dan sebagainya. “BLT itu tentu jadi jadi prioritas.”
Dikutip dari Antara, seiring memburuknya kondisi geopolitik global, terjadi tekanan inflasi dan lonjakan harga komoditas, terutama energi dan pangan, yang berdampak pada perekonomian Tanah Air. Untuk itu, pemerintah dengan gesit segera mengumumkan kebijakan BLT Minyak Goreng yang diberikan kepada 20,5 juta keluarga, serta 2,5 juta PKL yang berjualan makanan gorengan.
Hal itu ditegaskan Menko Ekonomi Airlangga Hartarto dalam keterangan pers usai Sidang Kabinet, pekan lalu. Saat itu Airlangga menyatakan, bantuan akan diberikan untuk tiga bulan, dengan besaran sebesar Rp100 ribu setiap bulan, dibayar di muka pada April. Tidak hanya itu, Airlangga juga menegaskan, Bantuan PKH dan Kartu Sembako serta BLT Desa juga terus digulirkan pemerintah.
"Jadi pemerintah memberikan subsidi langsung yang kemarin terkait Kartu Sembako 18,8 juta KPM, lalu PKH ada tambahan 2 juta KPM, juga untuk bantuan minyak goreng yang besarnya Rp 300.000 untuk 3 bulan atau Rp 100.000/bulan," kata Airlangga.