Senin 11 Apr 2022 10:40 WIB

IPW Minta Polisi tak Represif kepada Pengunjuk Rasa

Pergeseran dan penarikan pasukan dalmas dengan pasukan huru hara harus dihindari.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Prajurit Korps Brimob Polri mengikuti apel gabungan gelar pasukan di lapangan Monas, Jakarta, Senin (11/4/2022). Apel tersebut dilaksanakan dalam rangka pengamanan aksi unjuk rasa BEM SI.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Prajurit Korps Brimob Polri mengikuti apel gabungan gelar pasukan di lapangan Monas, Jakarta, Senin (11/4/2022). Apel tersebut dilaksanakan dalam rangka pengamanan aksi unjuk rasa BEM SI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) meminta kepolisian menjamin pengamanan dan mengawal unjuk rasa yang akan dilakukan sejumlah elemen pada Senin (11/4/2022). IPW menekankan, penyampaian pendapat di muka umum dijamin UU. 

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso mengatakan, kepolisian wajib menjunjung Pasal 7 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Aturan itu menyatakan, aparatur pemerintah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pengamanan.

Baca Juga

"Polri harus dapat menghargai hak warga, masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya terhadap permasalahan yang sedang dihadapinya melalui standar operasional prosedur (SOP) pengamanan yang baku," kata Sugeng dalam keterangan pers, Senin (11/4/2022).

Sugeng meminta kepolisian menghindari aksi represif saat mengamankan jalannya unjuk rasa. "Tindakan represif saat situasi di lapangan memanas harus dihindari dengan tetap mengedepankan pasukan pengendalian massa (dalmas)," kata Sugeng.

Sugeng juga menyarankan pergeseran dan penarikan pasukan dalmas dengan pasukan huru hara (PHH) harus dihindari. Kehadiran mereka harus dijadikan upaya terakhir apabila situasinya tidak terkendali.

"Karena, biasanya pergeseran atau pergantian pasukan tersebut, akan memicu gesekan-gesekan antara pengunjuk rasa dengan aparat pengamanan. Tidak jarang, hal ini menimbulkan kericuhan dan situasi chaos," ujar Sugeng.

Demo mahasiswa yang digelar 11 April 2022 merupakan kelanjutan aksi pada 28 Maret 2022 lalu yang tetap menuntut agar Presiden Jokowi tegas menolak penundaan Pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode, sebagai tuntutan pertama yang diusung. Menurut BEM-SI, hal itu sangat jelas mengkhianati konstitusi negara.

BEM-SI juga mendesak Jokowi menunda dan mengkaji ulang Undang-undang terkait Ibu Kota Negara (UU IKN). Ketiga, mendesak Jokowi menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan bahan pokok di masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement