Jumat 08 Apr 2022 17:03 WIB

Klitih, Kejahatan Jalanan, Mengapa Masih Saja Terjadi di Yogyakarta?

Terakhir, seorang pelajar SMA Muhammadiyah tewas akibat aksi kejahatan jalanan.

Pengunjung melihat aneka senjata tajam saat Pameran Klitih di Galeri Lorong, Yogyakarta, Selasa (30/3). Pameran dengan tajuk The Museum of Lost Space ini menceritakan lini masa fenomena klitih di Yogyakarta. Beberapa senjata tajam yang digunakan, pemberitaan klitih di media, hingga wawancara dengan pelaku ada di sini. Pameran karya dari Yahya Dwi Kurniawan ini menjelaskan bagaimana fenomena klitih terjadi, serta mendiskusikan bagaimana solusi kejahatan jalanan ini.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Pengunjung melihat aneka senjata tajam saat Pameran Klitih di Galeri Lorong, Yogyakarta, Selasa (30/3). Pameran dengan tajuk The Museum of Lost Space ini menceritakan lini masa fenomena klitih di Yogyakarta. Beberapa senjata tajam yang digunakan, pemberitaan klitih di media, hingga wawancara dengan pelaku ada di sini. Pameran karya dari Yahya Dwi Kurniawan ini menjelaskan bagaimana fenomena klitih terjadi, serta mendiskusikan bagaimana solusi kejahatan jalanan ini.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Silvy Dian Setiawan 

Kejahatan jalanan masih marak terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Terakhir, pelajar yang merupakan siswa di SMA Muhammadiyah 2 Kota Yogyakarta bernama Daffa Adzin Albasith (18) tewas akibat aksi kejahatan jalanan yang terjadi pada Ahad (3/4/2022).

Baca Juga

Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi membantah bahwa, tewasnya seorang pelajar bernama Daffa merupakan bentuk dari fenomena klitih. Menurutnya, kejahatan jalanan yang mengakibatkan tewasnya Daffa secara eksplisit mengarah ke tawuran.

"Mohon untuk kasus-kasus kejahatan jalanan yang secara eksplisit kemarin lebih tepatnya tawuran sebenarnya, karena ada proses ejek-ejekan dan proses ketersinggungan dari dua kelompok laki-laki-laki yang sebagian itu orang dewasa dan sebagian anak-anak masih pelajar," kata Ade di Polresta Yogyakarta, Selasa (5/4/2022).

Ia pun meminta agar masyarakat untuk tidak menggunakan kata klitih dari aksi kejahatan jalanan yang terjadi. Sebab, katanya, pengertian klitih dan kejahatan jalanan tersebut  berbeda.

"Kata klitih ini mohon tidak kita gunakan lagi, karena ini sudah salah kaprah," ujarnya.

Ade menjelaskan, klitih sendiri diartikan sebagai anak-anak muda yang berkumpul bersama atau jalan-jalan sore dan tidak ada tindak pidana. Sedangkan, kejahatan jalanan masuknya sudah ke ranah tindak pidana.

"Definisi klitih seharusnya kita tahu bahwa menghormati kearifan lokasi disini, sebenarnya artinya jalan-jalan sore, mencari angin, ngobrol-ngobrol dan itu budaya yang baik. Tapi kalau kita gunakan kejahatan jalanan (atau) tawuran ini (sebagai klitih), itu (jadinya) berkonotasi negatif," jelas Ade.

Kadiv Humas Jojca Police Watch (JPW), Baharuddin Kamba, mengingatkan kepada pejabat di kepolisian Polda DIY tidak mendebatkan atau mempersoalkan istilah klitih. JPW mendesak kepada pihak kepolisian untuk fokus menangkap pelaku-pelaku kejahatan jalanan tersebut.

"Jika tidak segera ditangkap, menambah keresahan masyarakat Yogyakarta," kata Baharuddin, Rabu (6/4/2022).

Baharuddin turut menyampaikan dua cita atas meninggalnya seorang remaja berinisial Daffa, akibat kejahatan jalanan atau akrab masyarakat menyebutnya sebagai klitih. Semakin miris karena tewasnya Daffa  menambah daftar panjang kasus klitih Yogyakarta yang merupakan Kota Pelajar, Kota Pendidikan.

 

 

Sebelumnya, fenomena klitih terjadi pada Desember 2021.Warga Kalurahan Condongcatur, Dhemas Hernando Purnomo (16) dan warga Kalurahan Caturtunggal, Faisal Dwi Saputra (16) menjadi korban aksi  klitih yang terjadi pada Senin (27/12/2021) dini hari lalu di Jalan Kaliurang kilometer 9, Kalurahan Sinduharjo, Kapanewon Ngaglik, Sleman.

 

Korban dikeroyok sekelompok orang dan mengalami luka bacok yang mengakibatkan sejumlah luka beberapa bagian tubuh. Kasus klitih sendiri di Sleman maupun DIY pada umumnya sempat melandai ketika mobilitas warga dibatasi secara ketat. Namun, kasus klitih kembali ramai ketika mobilitas dilonggarkan, dan banyak remaja melakukan kumpul-kumpul malam hari.

Untuk menanggulangi kejahatan jalanan oleh remaja di Sleman, pihak pemkab mengaktifkan patroli Satpol PP dengan Polisi dan instansi-instansi terkait lain. Selain itu, Pemkab Sleman akan memanfaatkan pemantauan lewat CCTV yang tersebar di lebih dari 500 titik lokasi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement