Jumat 08 Apr 2022 16:04 WIB

KPK Setor Rp 72 Miliar Hasil Rampasan Korupsi Eddy Prabowo

Penyetoran uang rampasan ke kas negara itu merupakan bagian dari pemulihan aset.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Petugas memperlihatkan uang pecahan seratus ribu rupiah barang sitaan kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/3/2021). KPK menyita uang tunai sekitar Rp52,3 miliar dalam kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menjerat mantan Menteri KKP Edhy Prabowo.
Foto: Antara/Reno Esnir
Petugas memperlihatkan uang pecahan seratus ribu rupiah barang sitaan kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/3/2021). KPK menyita uang tunai sekitar Rp52,3 miliar dalam kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menjerat mantan Menteri KKP Edhy Prabowo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetorkan Rp 72 miliar uang hasil rampasan kasus pidana rasuah yang melibatkan mantan menteri kelautan dan perikanan, Edhy Prabowo. Penyetoran uang rampasan ke kas negara itu merupakan bagian dari pemulihan aset atau asset recovery perkara korupsi.

"Uang yang disetorkan tersebut sebesar Rp 72 miliar dan 2.700 dolar AS yang berdasarkan tuntutan jaksa KPK dan putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Jumat (8/4).

Ali menjelaskan, penyetoran uang rampasan korupsi itu dilakukan dalam rangka optimalisasi pemulihan kerugian keuangan negara sebagai salah satu langkah melakukan aset recovery. Penyetoran ke kas negara telah dilakukan Jaksa Eksekutor KPK, Hendra Apriansyah melalui Biro Keuangan.

Ali melanjutkan, KPK bakal terus mengedepankan pemidanaan perampasan hasil korupsi sebagai bagian efek jera bagi koruptor. Dia melanjutkan, KPK juga akan menyetorkan hasil rampasan perkara tindak pidana korupsi maupun Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang ditangani ke kas negara.

Sebelumnya, KPK telah mengeksekusi Edhy Prabowo ke Lapas Klas I Tangerang. Bekas wakil ketua umum partai Gerindra itu terjerat kasus penetapan perizinan ekspor benih bening lobster (BBL) di kementerian perikanan dan kelautan.

Edhy bakal menjalani pidana penjara selama 5 tahun dikurangi dengan masa penahanan sejak di tahap penyidikan. Edhy juga dibebankan pidana denda sebesar Rp 400 juta dan pencabutan hak politik selama 2 tahun.

Edhy Prabowo dihukum lantaran terbukti bersalah menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp 24.625.587.250 bersama-sama dengan Andreau Misata Pribadi dan Safri, Amiril Mukminin, Sekretaris pribadi, Iis Rosita Dewi yakni Ainul Faqih dan pemilik PT Aero Cipta Kargi, Siswadhi. Mereka menerima suap dari Direktur PT Duta Putra Perkasa Pratama, Suharjito dan perusahaan pengekspor BBL lain.

Pengadilan tipikor Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan denda senilai Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Hukuman itu lantas diperberat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, menjadi 9 tahun kurungan.

Hukuman Edhy Prabowo selanjutnya diringankan oleh Mahkamah Agung (MA). Vonis pidana mantan ketua Komisi IV DPR RI itu disunat dari 9 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.

MA juga memangkas pencabutan hak politik Edhy selama 2 tahun dari awalnya 3 tahun. Diskon hukuman diberikan lantaran MA menilai bahwa Edhy Prabowo telah bekerja dengan baik semasa menjabat sebagai menteri kelautan dan perikanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement