REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kolonel Infanteri Priyanto menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa atas kasus dugaan pembunuhan dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat. Sidang tersebut digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (7/4/2022).
Saat sidang berlangsung, Priyanto mengaku menyesal atas tindakannya yang tidak menolong Handi Saputra dan Salsabila untuk mendapatkan pertolongan medis usai kecelakaan yang dilakukan anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko. Sebab, ia justru memberi ide dan memutuskan agar membuang jasad kedua remaja itu ke sungai.
"Tindakan yang saya lakukan memang salah. Saya akui dan saya menyesal," kata Priyanto, Kamis (7/4/2022).
Ia pun berharap mendapatkan kesempatan untuk meminta maaf kepada orang tua kedua korban. "Harapan saya, saya bisa minta maaf kepada keluarganya yang pertama, dan saya juga menyesal, sangat-sangat menyesal. Mungkin yang saya lakukan, saya tidak tahu ada setan dari mana yang masuk ke kepala saya, saya juga enggak tahu, panik, kalap, dan ada yang masuk secara tiba-tiba dan saya tidak tahu bagaimana. Itu yang terjadi. Saya sangat-sangat menyesal," tutur dia.
"Mudah-mudahan nanti kalau sudah selesai, ada waktu yang ini (tepat), nanti akan mencoba meminta maaf," tambahnya.
Meski demikian, Priyanto mengakui ia sempat memiliki niat untuk membawa dua remaja itu ke rumah sakit maupun puskesmas setelah terjadi kecelakaan di Nagreg, Jawa Barat. Namun, muncul ide Priyanto untuk membuang jasad korban saat melihat kondisi Kopda Andreas Dwi Atmoko yang ketakutan.
Awalnya, Priyanto mengungkapkan, saat tabrakan, mobil dikemudikan Kopda Andreas. Lalu, ketika mobil meninggalkan lokasi kecelakaan, Andreas yang masih mengemudikan mobil dalam kondisi gemetar dan menyampaikan kepada Priyanto bahwa dia mengkhawatirkan kondisi keluarganya.
"Dia (Andreas Dwi Atmoko) gemetar. (Ngomong) 'Izin Bapak, bagaimana anak dan istri saya nasibnya', sambil gemetar nyopir. Kemudian, karena gemetar nyopir tidak fokus, akhirnya saya gantikan," ujar Priyanto
Setelah sekitar 10-15 menit menggantikan Andreas mengemudi mobil, Priyanto mengatakan, muncul ide untuk membuang Handi dan Salsabila.
Hakim Ketua, Brigjen TNI Faridah Faisal pun menanyakan apa alasan Priyanto sampai memiliki ide tidak membawa korban ke rumah sakit. "Pertama, saya punya hubungan emosional, sudah lama dia (Andreas Dwi Atmoko) jaga anak, jaga keluarga saya," ujar Priyanto.
"Terus kalau ada hubungan emosional dengan Dwi Atmoko?" tanya Hakim Ketua lagi.
"Ada niat untuk menolong dia. Itu pertama, kemudian panik, kemudian Dwi Atmoko juga panik, dia bingung juga. Akhirnya saya ambil keputusan, sudah kita hilangkan, kita buang saja. Dari situ mulai tercetus," jelas Priyanto.
Selain itu, hakim juga menanyakan, apakah tidak ada perubahan niat dari terdakwa Priyanto untuk membawa Handi dan Salsabila ke rumah sakit. Sebab, ada jeda sekitar enam jam sejak kecelakaan terjadi hingga jenazah keduanya dibuang ke sungai.
Priyanto mengaku, dirinya sempat berpikir untuk meninggalkan jasad Handi dan Salsabila di pinggir jalan. Namun, hal itu tidak jadi dilaksanakan dan memilih untuk membuangnya ke sungai. "Sempat ada pengen meninggalkan di jalan. Sempat. Tapi ujung-ujungnya kita ke Sungai Serayu itu untuk membuang," ujar dia.
Menurut Priyanto, jika dibuang di sungai, maka mayat Handi dan Salsa tidak akan ditemukan. "Saya berpikir kalau di sungai bisa ke laut kemudian dimakan ikan, atau hilang sama sekali," jelasnya.