Selasa 05 Apr 2022 19:12 WIB

Yasonna Mau Izin Dokter Wewenang Negara, Pakar: Sejak Dulu SIP Memang dari Pemerintah

Posisi IDI saat ini hanya sekadar menyampaikan rekomendasi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia, M Nasser mengkritik komentar pejabat pemerintah dalam pemberhentian Terawan Agus Putranto. Menurut Nasser ada beberapa pernyataan pejabat yang justru mencerminkan tidak pahamnya mereka perihal peraturan perundangan perihal izin praktik kedokteran.

Nasser menekankan bahwa kewenangan pencabutan izin praktik dr Terawan memang berada di pemerintah. Sementara posisi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hanyalah memberikan rekomendasi praktiknya.

Baca Juga

"Ada pejabat pemerintah memberi komentar yang selain aneh juga menggambarkan pemahaman yang lemah pada peraturan perundangan kita. Misalnya saja menyatakan bahwa akan melakukan peninjauan kembali peran IDI dalam penerbitan Surat Izin Praktik (SIP). Padahal sejak dahulu kala sebelum ada UU Praktik Kedokteran sampai hari ini SIP dokter diterbitkan oleh Pemerintah bukan oleh IDI," terang mantan Komisioner Kompolnas tersebut dalam diskusi daring Selasa (5/4/2022).

Lebih lanjut Nasser yang juga merupakan dokter kulit itu menjelaskan, pasal yang merujuk ketentuan tersebut adalah Pasal 37 Ayat 1 dalam Undang Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam pasal tersebut tertulis bahwa SIP dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwewenang di Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.

Masih dalam pasal 1 ayat 7 juga menyatakan SIP merupakan bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menilai Indonesia perlu membuat suatu undang-undang yang menegaskan izin praktik dokter merupakan ranah pemerintah. Ia pun menilai, mengatakan, posisi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) harus dievaluasi.

"Posisi IDI harus dievaluasi. Kita harus membuat undang-undang yang menegaskan izin praktik dokter adalah ranah pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan," tulis Laoly pada akun media sosial miliknya yang dipantau di Jakarta, Rabu (30/3/2022).

Dalam unggahannya, dia juga menyesali sikap IDI yang memberhentikan permanen mantan Menteri Kesehatan, Letnan Jenderal TNI (Purn) dr Terawan A Putranto yang merupakan seorang spesialis radiologi dari keanggotaan. "Saya sangat menyesalkan putusan IDI, apalagi sampai memvonis tidak diizinkan melakukan praktik untuk melayani pasien," kata dia.

Sementara Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A), Beni Satria mengaku tak ambil pusing dengan pernyataan pemerintah yang berencana menghapus rekomendasi organisasi profesi. Namun ia mempertanyakan jika pasal tentang rekomendasi organisasi dihapus dari undang-undang, maka siapa yang bisa memverifikasi seorang dokter baik atau tidak dalam melayani masyarakat.

"Silakan pemerintah mau menghapus (rekomendasi organisasi profesi) karena kewenangan pemerintah merevisi atau mencabut UU, tapi saya sampaikan dengan menghapus rekomendasi ini, siapa nanti yang akan memverifikasi (dokter itu baik). Silakan kecuali pemerintah punya badan itu," kata Beni dalam konferensi pers secara daring, Jumat (1/4/2022) pekan lalu.

Menurut Beni, IDI tidak hanya memiliki tugas memberikan rekomendasi izin praktik kepada dokter, tetapi juga memberikan pembinaan etik.Jika rekomendasi organisasi profesi itu dihapus, maka akan dipertanyakan siapa yang bertanggung jawab jika dokter tidak memiliki kaidah etik yang baik dalam melayani masyarakat.

"Kalau IDI, tentu bertanggung jawab kalau dokter yang melayani masyarakat melanggar etik, pembinaan etik akan dilakukan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement