REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Ferdinand Hutahaean dengan tuntutan hukuman penjara selama tujuh bulan dalam sidang, Selasa (5/4). Eks politikus Partai Demokrat itu dinilai terbukti menimbulkan onar lewat penyebaran berita bohong di media sosial (medsos).
"Menuntut agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Selasa (5/4).
JPU menilai, Ferdinand telah terbukti menyebar delapan kicauan yang membuatnya menghadapi perkara hukum. Adapun puncak dari unggahan Ferdinand yang bermasalah adalah penyebutan 'Allahmu lemah'.
"Sentimen terdakwa tersebut diungkapkannya dalam bentuk unggahan pada hari Selasa tanggal 4 Januari 2022 sekitar pukul 10.54 WIB, kembali men-tweet (cuitan) berbunyi 'Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA-lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela'," ujar JPU yang mengutip isi cuitan Ferdinand di Twitter.
JPU meyakini Ferdinand terbukti menyiarkan berita bohong dengan dilandaskan berbagai bukti dan fakta persidangan. JPU menemukan kicauan Ferdinand menimbulkan efek luas terbadap publik. "Dengan demikian unsur menyiarkan berita bohong telah terbukti secara sah dan meyakinkan," ucap JPU.
Ferdinand dinilai hanya terbukti melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana sebagaimana dakwaan pertama primer. Diketahui, Ferdinand didakwa melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan menimbulkan keonaran.
Perbuatan itu dilakukan Ferdinand melalui akun Twitter @FerdinandHaean3 dengan postingan 'Allahmu lemah'. Ferdinand lalu didakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) atau Pasal 156a huruf a dan/atau Pasal 156 KUHP.
Kasus ini mengemuka saat Ferdinand menuliskan kalimat kontroversi di akun Twitter @FerdinadHaean3. Kicauannya viral di media sosial. "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, Maha Segalanya. Dia-lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela," tulis Ferdinand melalui akun Twitter-nya