Selasa 05 Apr 2022 17:10 WIB

Polda DIY Sebut Korban Kejahatan Jalanan tidak Acak

Polisi menduga ada upaya satu kelompok mencari korban dari kelompok lain.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Agus raharjo
Warga membubuhkan tanda tangan pada kain saat pernyataan sikap Aksi Warga Jogja Lawan Klitih di kawasan Titik Nol KM, Yogyakarta, Senin (3/1/2022). Aksi yang digagas oleh Garda Umat DIY itu mendesak aparat penegak hukum agar menindak tegas para pelaku klitih atau kejahatan jalanan.
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Warga membubuhkan tanda tangan pada kain saat pernyataan sikap Aksi Warga Jogja Lawan Klitih di kawasan Titik Nol KM, Yogyakarta, Senin (3/1/2022). Aksi yang digagas oleh Garda Umat DIY itu mendesak aparat penegak hukum agar menindak tegas para pelaku klitih atau kejahatan jalanan.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Polda DIY menyebut korban dari kejahatan jalanan yang terjadi di DIY tidak acak. Hal ini berdasarkan analisis yang dilakukan dalam tiga bulan terakhir oleh Polda DIY.  

"Korban-korbannya kejahatan jalanan ini tidak acak, bukan sembarangan," kata Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi di Polresta Yogyakarta, Selasa (5/4/2022).

Baca Juga

Ade mengatakan, kejahatan jalanan terjadi karena adanya proses ejek-ejekan dan ketersinggungan. Kejahatan jalanan tersebut dilakukan antardua kelompok yang mengendarai motor yang menyebabkan terjadinya penganiayaan.

"Bisa jadi para pihak yang membawa senjata tajam itu menjadi pelaku dan pihak lainnya menjadi korban," ujarnya.

Ade berpendapat kejahatan jalanan yang melibatkan kelompok pelajar lebih spesifik mengarah ke tawuran. Salah satunya seperti kejahatan jalanan yang terjadi di Jalan Gedongkuning, Kotagede, Yogyakarta pada Ahad (3/4/2022) lalu yang menewaskan seorang pelajar.

Ade menuturkan ada upaya dari satu kelompok untuk mencari korban dari kelompok lain dalam proses terjadinya beberapa kejahatan jalanan. Anggota dari kelompok yang berselisih tersebut ada yang membawa senjata tajam.  

"Jadi kejahatan jalanan ini lebih tepatnya tawuran, (korbannya) bukan acak, bukan orang yang sendirian sedang beraktivitas tiba-tiba dibacok, itu tidak. Tapi mereka memang selalu mencari kelompok-kelompok," jelas Ade.

Bahkan, lanjutnya, ada pembelajaran untuk mengetes keberanian dari anggota kelompok, terutama untuk anggota yang baru. Bentuk pembelajaran yang dimaksud yakni adanya tantangan yang diberikan kepada anggota untuk melakukan kejahatan jalanan.

"Seperti kejadian dua bulan yang lalu di Umbulharjo sudah terungkap, seniornya itu jadi pengemudi dan juniornya di belakang jadi pembonceng. Itu disuruh sama seniornya untuk memegang alat (senjata), seperti patroli jam 02.00 WIB sampai jam 03.00 WIB (dini hari) mereka itu ketemu kelompok lain (ditantang) 'berani enggak kamu'," katanya.

Kelompok yang melakukan kejahatan jalanan ini, kata Ade, rata-rata tidak seluruhnya merupakan teman satu sekolah. Namun, juga ada yang merupakan teman acak.

"Itu kelompok-kelompok acak sebenarnya, yang berdasarkan kenal, kelompok pertemanan biasa," tambah Ade.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement