Senin 04 Apr 2022 05:17 WIB

Indonesia Diharapkan Bahas Ketimpangan Vaksinasi Global di G20

Banyak negara tidak mau mengakui kelemahan sistemnya.

Rep: ANTARA/ Red: Fuji Pratiwi
Warga mengikuti vaksin booster Covid-19 di Dinas Kesehatan Yogyakarta, Senin (28/3/2022). Epidemiolog Pandu Riono berharap Pemerintah Indonesia dalam ajang Presidensi G20 dapat menginisiasi negara lain agar lebih terbuka membahas ketimpangan vaksinasi global.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Warga mengikuti vaksin booster Covid-19 di Dinas Kesehatan Yogyakarta, Senin (28/3/2022). Epidemiolog Pandu Riono berharap Pemerintah Indonesia dalam ajang Presidensi G20 dapat menginisiasi negara lain agar lebih terbuka membahas ketimpangan vaksinasi global.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog Pandu Riono berharap Pemerintah Indonesia dalam ajang Presidensi G20 dapat menginisiasi negara lain agar lebih terbuka membahas ketimpangan vaksinasi global.

Epidemiolog asal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ini menilai sejumlah negara yang tergabung dalam G20 juga tengah menghadapi permasalahan cakupan vaksin Covid-19 yang berbeda dari negara-negara lain.  Bahkan ada negara yang mengalami kesulitan dalam mengakses vaksin.

Baca Juga

Hal itu disebabkan masing-masing negara memiliki semangat vaksinasi, sistem politik dan sistem kesehatan yang berbeda-beda. Begitu pula dengan masyarakatnya, ada yang tidak mau divaksin, dan ada pula yang sejak awal anti-vaksin.

"Di China juga walaupun punya pabrik vaksin, masalahnya banyak orang tua yang tidak mau divaksinasi, dimensinya luas sekali. Tidak ada satu solusi untuk semua, tergantung masalahnya di masing-masing negara," ujar Pandu.

Pandu mengatakan, saat ini secara global, dunia malah sedang kelebihan produksi vaksin. Sayangnya seringkali, beberapa negara yang telah diberikan vaksin Covid-19 tidak dapat menggerakkan vaksinasinya. Sehingga akhirnya banyak vaksin yang kedaluwarsa.

"Banyak negara tidak mau membuka masalah itu. Karena perlu kejujuran. Banyak negara tidak mau mengakui kelemahan sistemnya. Yang penting adalah Indonesia sebagai Presidensi G20 membuka atau memfasilitasi, agar semua orang duduk dan bicara bersama," kata dia.

Selain itu yang tidak kalah pentingnya, menurut Pandu, adalah bagaimana G20 juga membahas pemahaman mengenai arsitektur kesehatan global, di tengah krisis kesehatan pandemi global Covid-19, krisis ekonomi dan krisis kemanusiaan oleh perang antara Rusia dan Ukraina.

"Tiap negara harus punya keterbukaan masalah masing-masing. Indonesia harus menginisiasi supaya negara-negara terbuka, mengakui kelemahan," kata dia.

Selain itu dia berharap dalam ajang Presidensi G20 mendatang setiap negara dapat merumuskan rencana aksi mengenai pemerataan vaksinasi, agar bisa dilanjutkan ke Presidensi G20 berikutnya, dan tidak hanya berhenti pada pertemuan di Bali saja.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement