Sabtu 02 Apr 2022 04:15 WIB

Keturunan PKI Bisa Masuk TNI, Pengamat: Perlu Kebijakan Konkret

Jenderal Andika memutuskan keturunan PKI bisa ikut seleksi TNI.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Teguh Firmansyah
Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa.
Foto: Prayogi/Republika.
Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menghapus beberapa aturan dalam mekanisme seleksi penerimaan calon prajurit TNI. Salah satunya yang dihapus adalah larangan anak keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) 1965 untuk mendaftar sebagai prajurit TNI.

Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Anton Aliabbas mengatakan, sikap Andika menghapus ketentuan pelarangan keturunan PKI menjadi prajurit TNI patut mendapat apresiasi. Namun, menurut dia, ada baiknya pernyataan tersebut diikuti dengan pembuatan kebijakan yang konkret sebagai bentuk pelembagaan atas sikap antidiskriminasi di lingkungan TNI.  "Hal ini penting dilakukan guna menghindari adanya dugaan lip service atau keputusan yang bersifat ad-hoc semata," kata Anton saat dihubungi, Jumat (1/4).

Baca Juga

Anton menjelaskan, ada beberapa alasan yang menjadikan ketentuan tersebut memiliki kesan kuat adanya diskriminasi. Pertama, jelas dia, keturunan harus menanggung beban atas tindakan yang dilakukan pendahulunya adalah sebuah tafsiran berlebihan atas TAP MPRS XXV/1966.

Ketetapan MPRS tersebut, lanjutnya, secara tegas melarang organisasi PKI dan aktivitas penyebaran ajaran komunisme. Namun, tidak ada satupun kalimat yang menyatakan pengikut PKI dilarang beraktivitas ataupun bergabung pada institusi pemerintahan.

"Kedua, pelarangan keturunan bergabung ke TNI hanya berlaku untuk PKI saja, sementara kalau kita berbicara terkait pemberontakan di Indonesia ada banyak seperti DI/TII, PRRI/Permesta dan lain-lain," ujarnya.

Ketiga, pelarangan keturunan juga berpotensi melanggar HAM dan UUD 1945. Sebab, hal ini menjadikan tidak semua warga negara sama kedudukannya di muka hukum dan memiliki kesempatan sama untuk mendapatkan pekerjaan layak.

"Tidak ada manusia yang bisa memilih untuk dilahirkan oleh keluarga siapa. Karena itu, langkah membebankan keturunan atas tindakan pendahulunya tidak memiliki dasar hukum kuat," jelas Anton.

Di samping itu, Anton menuturkan, terkait adanya kekhawatiran infiltrasi ideologi komunisme yang mungkin dibawa oleh keturunan adalah sah-sah saja. Walaupun sebenarnya, kata dia, TNI tidak bisa membatasi hanya pada ideologi tertentu yang dapat menjadi ancaman bagi profesionalisme militer.

Dalam konteks tersebut, sudah tentu TNI memiliki mekanisme dan standar baku tersendiri dalam melakukan seleksi penerimaan prajurit yang memiliki kadar kecintaan besar terhadap bangsa dan negara

"Sebenarnya, jika kita melihat lebih jauh, ideologi komunis sudah gagal berkembang, baik pada level nasional maupun internasional. Sementara ancaman lain, seperti radikalisme agama yang berdasar pada pemahaman konservatisme agama mengalami peningkatan signifikan belakangan ini," ungkapnya.

Anton menambahkan, dalam konteks ini, penting kiranya Jenderal Andika Perkasa membuat kebijakan adanya evaluasi berkala terhadap mekanisme seleksi prajurit, termasuk Tes Wawasan Kebangsaan yang dimiliki TNI. Ia menilai, hal ini penting dilakukan untuk terus mengkontekstualkan ancaman kontemporer yang dihadapi TNI secara organisasi. "Kepekaan atas perkembangan ancaman kekinian akan berkontribusi dalam pembangunan profesionalisme TNI," tutur dia.

Sebelumnya diberitakan, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa memutuskan agar keturunan yang merupakan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) 1965 dapat ikut mendaftar seleksi penerimaan prajurit TNI. Hal itu Andika sampaikan saat menggelar rapat dengan seluruh jajaran panitia penerimaan prajurit TNI Tahun Anggaran 2022.

Kegiatan rapat yang diunggah pada kanal Youtube pribadi Andika tersebut awalnya membahas pemaparan tes mental ideologi. Andika bertanya, apakah jika anak keturunan PKI yang mendaftar seleksi penerimaan prajurit TNI akan langsung dinyatakan gagal? "Bentuknya apa itu? Dasar hukumnya apa?" tanya Andika kepada salah satu panitia.

Panitia berpangkat Kolonel itu pun menjawab, dasar hukum yang digunakan merujuk pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) Nomor 25 Tahun 1966. Namun, karena jawaban anak buahnya dirasa kurang tepat, Andika pun menyebutkan isi aturan tersebut.

Andika pun menekankan bahwa dirinya patuh terhadap perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, dia mengingatkan seluruh anak buahnya agar harus memiliki dasar hukum yang kuat jika membuat suatu larangan. Ia juga menyampaikan, selama masa kepemimpinannya, anak keturunan PKI dibolehkan untuk mendaftar seleksi penerimaan prajurit TNI. "Jadi jangan kita mengada-ada. Saya orang yang patuh peraturan perundangan, ingat ini. Kalau kita melarang, pastikan kita punya dasar hukum," jelas Andika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement