Kamis 31 Mar 2022 19:50 WIB

Cancel Culture yang tidak Berlaku di Pemilu Indonesia

Cancel culture adalah menarik dukungannya terhadap seorang tokoh yang kontroversial.

Cancel Culture yang tidak Berlaku di Pemilu Indonesia. Foto Ilustrasi Pemilu.
Foto:

Mengapa Cancel Culture Tidak Berlaku di Pemilu Indonesia?

Penelitian dari Sulistyani (2019) menjelaskan mayoritas masyarakat Tulungagung mengetahui kasus Syahri Mulyo sebagai tersangka korupsi, yaitu sebanyak 86.50 persen. Faktanya, isu korupsi tersebut tidak mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Tulungagung. Alasan masyarakat memilih calon kandidat dikarenakan suka dengan figur calon bupati.

Lebih lanjut, kesukaan masyarakat terhadap Syahri Mulyo disebabkan karena Ia merupakan petahana, dimana masyarakat lebih mengenal sosoknya dibandingkan dengan calon kandidat lainnya. Terpilihnya Syahri Mulyo sebagai kepala daerah Tulungagung sekali lagi membuktikan cancel culture tidak berpengaruh terhadap keterpilihan dalam pemilu.

Menurut Anduiza dan Gallego (2016) alasan mengapa masyarakat tetap memilih calon kandidat yang sudah dinyatakan sebagai tersangka korupsi adalah karena kinerja kandidat sebelumnya dinilai baik oleh masyarakat dan isu korupsi akan lebih terabaikan. Jika dikaitkan dengan kasus Syahri Mulyo di Tulungagung, penelitian dari Sulistyani (2019) menggambarkan tidak semua masyarakat kecewa dengan kasus korupsi Syahri Mulyo, yaitu hanya sebanyak 45,3 persen masyarakat yang merasa tidak kecewa atau biasa saja.

Alasan publik tidak merasa kecewa pun beragaman, yaitu sudah banyak politisi yang korupsi (43,6 persen), merupakan taktik dalam dunia politik (25,4 persen), tidak percaya Syahri Mulyo terlibat kasus korupsi (15,5 persen), kinerja sebelumnya baik (6,1 persen), dan Margiono yang merupakan kandidat lain, tidak lebih baik dari Syahri Mulyo (1,7 persen).

Penjelasan ini diperkuat oleh penelitian dari Welch & Hibbing (1997) yang berjudul The Effects of Charges of Corruption on Voting Behavior in Congressional Elections. Terdapat sejumlah alasan mengapa masyarakat tetap memilih kandidat yang sudah dinyatakan sebagai tersangka korupsi.

Pertama, pemilih menimbang dari tingkat keseriusan tuduhan korupsi tersebut, apakah memang sangat merugikan masyarakat atau tidak; kedua, pemilih melihat bagaimana kemampuan kandidat pejawat memberikan ekonomi untuk daerahnya. Jika ekonomi bagus maka kasus korupsi tidak menjadi masalah; ketiga, karena kurangnya informasi akan isu korupsi oleh pemilih; dan keempat karena pemilih percaya bahwa semua politisi melakukan korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement