Rabu 23 Mar 2022 21:17 WIB

Dies Natalis ke-68, GMNI Diharap Sonny Jadi Organ Pelopor Persatuan Nasional

Kader GMNI dapat menjadi pelopor dalam menggaungkan spirit gotong royong.

Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Sonny T Danaparamita saat peletakan batu pertama pembangunan Gedung Seketariat GMNI Banyuwangi, Rabu (23/03/2022).
Foto: Dok Republika
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Sonny T Danaparamita saat peletakan batu pertama pembangunan Gedung Seketariat GMNI Banyuwangi, Rabu (23/03/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) memperingat8 hari lahir atau dies natalis ke-68. Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Sonny T Danaparamita mengatakan, sebagai organisasi mahasiswa yang  berhaluan nasionalis dengan asas perjuangan marhaenisme, salah satu tujuan yang harus dicapai Kader GMNI adalah menjadi corong yang dapat menggaungkan semangat persatuan dan Nasionalisme.

Sebab, tanpa adanya rasa persatuan, cita-cita luhur GMNI untuk menjadi alat perjuangan rakyat yang tertindas, hanya akan menjadi sesuatu yang utopis dan mustahil dilakukan.

Baca Juga

Oleh karena itu, Waketum DPP PA GMNI ini, menginginkan agar seluruh kader GMNI dapat menjadi pelopor dalam menggaungkan spirit gotong-royong dan menumbuhkan semangat persatuan Nasional di masyarakat. 

"Di usia yang ke-68 ini, Saya menginginkan kader GMNI mampu menjadi pelopor untuk mengisi ruang dan pos-pos kritis dari berbagai lini sektor, GMNI juga harus bisa melakukan gebrakan secara intelektual yang menjadi gaungnya spirit persatuan dan kesatuan Nasional," kata Sonny usai menghadiri kegaiatan dies natalis, sekaligus peletakan batu pertama pembangunan Gedung Seketariat GMNI Banyuwangi, Rabu (23/03/2022).

Anggota Komisi VI DPR RI tersebut, kemudian bercerita bagaimana GMNI pernah ada di satu fase di mana rezim otoriter orde baru berusaha mereduksi ajaran Marhaenisme Soekarno, termasuk juga memberi tekanan dan tindakan reprseif terhadap kader-kader GMNI yang dianggap sebagai anak ideologis Soekarno. 

Namun kenyataannya, tekanan yang diberikan orde baru waktu itu tak sertamerta meruntuhkan tekad GMNI untuk terus mewarisi dan menyebarkan pikiran-pikiran sang Founding Father bangsa, justru hal tersebut kian membakar semangat GMNI untuk terus berjuang.

"Kita pernah mengalami suatu masa di mana rezim orde baru tak memberikan ruang dan keleluasan bagi entitas organisasi sosial politik yang berbeda dengan kekuatan orde baru, sehingga terjadi adanya upaya De-Soekarnoisasi dan menghilangkan ajarannya marhaenisme sebagai asas perjuangan GMNI itu sendiri," kata Sonny.

"Namun kita bisa buktikan GMNI tak tergilas dari fase sejarah itu, justru kita bisa tetap kokoh berdiri hingga hari ini," tegas Sonny.

Berkaca dari perjalanan sejarah tersebut, lanjut Sonny, hari ini generasi baru GMNI harus memiliki kecerdasan membaca situasi peta politik, dan memahami isu-isu sosial di masyarakat, agar dapat menempatkan posisi untuk menjadi simpul pengikat yang dapat terus menumbuhkan semangat nasionalisme dalam tatanan masyarakat.

"Pada era saat ini, kecerdasan kader GMNI dalam membaca peta politik dan sosial, harus lebih dipertajam lagi sebagai bekal memperkuat nasionalisme kebangsaan, Sebab harus kita sadari upaya-upaya pelemahan nasionalisme telah bertransformasi dengan cara yang hampir tak kasat mata, seperti memaikan isu tertentu yang membenturkan rakyat dengan rakyat," kata Sonny.

Sonny pun berharap, GMNI kedepan bisa lebih dekat dengan isu dan wacana sosial politik yang ada baik di tataran lokal maupun nasional, dapat berkolaborasi dengan berbagai elemen untuk merajut persatuan, serta dapat menjadi pilar penyangga dan pendorong jati diri bangsa.

"Semoga GMNI dapat lebih inovatif menjawab tantangan zaman serta terus menjadi organisasi gerakan mahasiswa yang memberikan spirit perjuangan dan pergerakan, motivasi dan inspirasi serta berkontribusi untuk kemajuan bangsa," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement